Setiap
masyarakat memiliki tatanan, dan tatanan tersebut merupakan tatanan yang dapat ditanamkan
disetiap masyarakat yaitu struktur sosial. Sedangakan, struktur sosial sendiri
memiliki berbagai macam unsur-unsur yang salah satu unsurnya adalah kaidah-kaidah
sosial. Disetiap masyarakat pasti mempunyai aturan, walaupun dalam lingkup
kecil seperti di dalam keluarga. Kaidah merupakan aturan, sementara kaidah-kaidah
sosial itu sendiri adalah kaidah yang selalu menunjukan perintah atau larangan.
Masyarakat pasti memiliki kaidah-kaidah sosial mulai dari lingkup masyarakat
desa, lingkup sekolahan, lingkup keluarga (lingkup kecil) dan masih banyak lagi
yang merupakan aturannya bisa terbentuk sendiri tanpa ada yang membuatnya yang
melihatnya memalui adat kebiasaan, ada juga aturan yang dibuat secara sengaja
supaya menjadikan masyarakat yang lebih baik, bahkan ada juga aturan yang
timbul di dalam diri kita sendiri tanpa kita sadari. Semua itu sudah tersusun
dan jika ada yang melanggarnya akan mendapatkan sanksi baik secara langsung
maupun secara tidak langsung, adapun yang melanggarnya mendapatkan sanksi
sosial dari masyarakatnya sendiri.
Ada
empat kaidah yang menjadi patokan oleh kaidah-kaidah sosial tersebut, yaitu
kaidah kesopanan, kaidah kesusilaan, kaidah kepercayaan (kaidah keagamaan), dan
kaidah hukum. Masing-masing kaidah tersebut memiliki pengertian yang berbeda serta
sanksi yang berbeda pula.
Kaidah
kesopanan merupakan aturan yang ditetapkan oleh masyarakat sekitarnya yang
bersifat lokal atau terbatas antar lokasi, kaidah kesopanan ini berasal dari
masyarakat yang sanksinya tidak resmi dari masyarakat, seperti halnya jika
melanggar kaidah kesopanan tersebut akan mendapatkan cemooh, celaan, gunjingan
dan sindiran dan masih banyak lagi yang berasal dari masyarakat itu sendiri
yang berada di sekitarnya.
Sementara
kaidah kesusilaan merupakan suatu aturan yang mengharuskan kita untuk berlaku
sesuai hati nurani kita. Maksud dari kesusilaan adalah malu atas diri sendiri,
dari setiap manusia Allah SWT melahirkan rasa susila yaitu rasa malu yang
menuntut semua orang menjadi baik. Sanksi jika melanggar kaidah kesusilaan ini
adalah berasal dari diri sendiri seperti halnya rasa malu, rasa bersalah, rasa
kasihan, dan masih banyak lagi. Kemudian kaidah kepercayaan atau bisa disebut
dengan kaidah keagamaan, merupakan kaidah atau aturan yang diyakini datang dari
sebuah kekuatan ghaib yang diyakini mengatur diri kita serta sumbernya dari
kekuatan ghaib tersebut. Kaidah kepercayaan itu lingkupnya lebih luas
dibandingkan dengan kaidah keagamaan yang berasal dari kitab-kitab suci dan
sanksinya tidak jelas serta tidak konkrit atau tidak ada yang tahu dan
sanksinya yaitu ancaman dosa. Akan tetapi makna dari kaidah kepercayaan dan
kaidah keagamaan pada intinya sama. Dapat diketahui, di dalam kaidah
kepercayaan atau kaidah keagamaan itu terdapat dua konsep meliputi, konsep
islam kekuatan ghaibnya berasal dario Allah SWT (Tuhan), dan yang kedua adalah
konsep non islam kekuatan ghaibnya berasal dari bisikan roh halus.
Kemudian,
kaidah-kaidah sosial yang terakhir adalah kaidah hukum. Kaidah hukum merupakan
kaidah atau aturan yang berasal dari penguasa dan diberikan secara resmi yang
merupakan sumber aturan tertulis, jika melanggarnya maka akan diberikan sanksi
oleh si penguasanya. Maksud dari kaidah hukum ini adalah selain kewajiban, dia
juga memberikan hak. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa kaidah kesopanan, kaidah kesusilaan dan kaidah kepercayaan atau kaidah
keagamaan tersebut memiliki daya kerja yang hanya membebani kewajibannya saja.
Suka tidak suka, mau tidak mau harus dilakukan sesuai kaidahnya. Sementara
kaidah hukum sendiri, selain kewajiban juga memberikan hak.
Di
suatu lingkup sekolah juga memiliki beberapa aturan yang harus dipatuhi,
seperti halnya pada lingkup sekolah yang berada di area pondok yang pada
umumnya semua santri dilarang keras membawa alat elektronik seperti hp dan
otomatis aturan sekolahan yang berdiri atas nama pondok tersebut juga memakai
aturan tersebut yang tidak diperbolehkan membawa alat elektronik yaitu hp pada
waktu sekolah dan kegiatan lainnya yang berada di sekolahan tersebut maupun di
pondok. Ada aturan lain yang terdapat di lingkup sekolah yang berada di area
pondok tersebut, seperti larangan untuk berpacaran, ketemuan dengan lawan jenis,
keluar dari lingkup sekolah atau pondok tanpa izin, membawa alat elektronik dan
masih banyak lagi. Setiap aturan tersebut mempunyai sanksi tersendiri, seperti
larangan berpacaran akan mendapatkan sanksi yaitu dimandikan dengan air peceren
dan yang cowok di gundul dan di jemur di bawah terik matahari selama beberapa
jam yang telah ditentukan. Sanksi seperti itulah merupakan sanksi yang berasal
dari msyarakat yang ada di sekitarnya tersebut yaitu berasal dari masyarakat
pondok dan sekolahan. Karena, berpacaran di dalam lingkup pondok merupakan
perbuatan yang tidak sopan, perbuatan yang dilarang keras bagi santri pondok
yang masih berstatus menjadi siswa sekolah.
Pengalaman
saya melanggar kaidah sosial, ketika saya masih duduk di bangku Sekolah Menengah
Pertama (SMP) atau tepatnya di Madrasah Tsanawiyah (MTs) yang pada saat itu
saya sekolah yang berada di lingkup pondok. Saya merupakan santri di pondok
tersebut dan bersekolah di sana, ketika saya pulang ke rumah yang pada saat itu
pondok lagi libur akan tetapi tetap masuk sekolah karena di sekolah mengadakan
acara class meeting yaitu acara setiap selesai ujian akhir semester. Kemudian
saya mengikuti class meeting di sekolah dan saya membawa camera kecil yang
tujuan saya untuk mengambil foto momen-momen pada saat acara class meeting tersebut. Pada saat saya
beristirahat di kantin, kamera tersebut di bawa oleh temen pondok saya untuk
berfoto ria dengan teman-temannya di sekolah tersebut. Kemudian ada guru yang
memergoki teman saya membawa kamera yang sedang berfoto-foto tersebut, lalu
kamera tersebut disita oleh guru tersebut. Teman saya pun menemui saya dan
mengatakan bahwa kamera saya di sita oleh salah satu guru di sekolah tersebut.
Saya dan teman saya yang pinjam kamera saya itu pun mendapat panggilan dari
guru untuk pergi ke kantor sekolah yang selanjutnya akan diproses atau bahasa
tenarnya pada saat itu adalah akan disidang. Karena aturan yang sudah berlaku
di sekolah maupun di pondok tersebut adalah tidak boleh membawa alat elektronik
apapun, akhirnya saya mendapatkan sanksi atas pelanggaran aturan tersebut. Dan
ternyata di dalam kamera terdapat foto teman saya yang meminjam kamera tersebut
dengan seorang siswa cowok yang berada satu sekolah di sekolah, yang akhirnya
teman saya juga mendapatkan sanksi atas peraturan yang dilanggarnya yaitu
ketemuan dengan seorang cowok. Jadi, pelanggaran yang telah dilanggar meliputi
pelanggaran membawa alat elektronik yang berupa kamera di lingkup sekolahan
yang berada di area pondok meskipun sekolah libur dan sekolah mengadakan
kegiatan non pendidikan yaitu class meeting, akan tetapi aturan masih tetap
berlaku. Dan pelanggaran ketemuan dengan lawan jenis yang dilihat dari bukti
foto yang berada di dalam kamera tersebut. Sanksinya adalah yang membawa alat
elektronik yang berupa kamera tersebut yaitu saya, itu mendapat sanksi menulis
surat yasin sebanyak sepuluh kali. Kemudian, untuk mengambil kamera saya yang
masih ditahan di dalam kantor tersebut, saya harus meminta surat keterangan
untuk mengambil kamera itu atas nama orang tua saya. Dan teman saya yang
meminjam kamera saya dan berfoto dengan lawan jenis itu akan diproses lebih
lanjut yang kemudian si cowok yang berfoto dengannya itu juga akan mendapatkan
sanksi juga.
Alasan
kenapa tidak boleh membawa alat elektronik itu adalah karena takut mengganggu
kegiatan sekolah dan pondok serta juga takut disalah gunakan yang kemudian
terlihat tidak sopan jika melanggar aturan tersebut, dan dapat dilihat dari
sudah tahu aturan tersebut masih tetap berlaku tapi kenapa masih saja dilanggar
padahal aturan tersebut jelas jelas sudah tertera yang kemudian bagi orang yang
melanggarnya akan mendapatkan sindiran atau teguran dari pihak atau masyarakat
yang membuat aturan tersebut. Sama halnya dengan aturan larangan bertemu atau
ketemuan dengan lawan jenis atau bisa disebut dengan pacaran, yang memiliki
alasan bahwa di pondok tidak diperbolehkan pacaran karena para santri di pondok
tersebut masih belum cukup umur dan takut terjadi hal yang tidak di inginkan,
dan pihak pondok serta pihak sekolah sendiri juga sudah membuat aturan larangan
berpacaran tersebut.
Dapat
dilihat dari pelanggaran kaidah sosial yang saya alami itu merupakan
pelanggaran kaidah kesopanan. Dimana aturan-aturannya itu berasal dari
masyarakat yang berada di sekitarnya yang bersifat lokal dan sanksinya itu
tidak resmi. Memang di setiap lingkungan itu memiliki aturan-aturan dan sanksi yang berbeda-beda. Baik aturan
yang tertulis maupun aturan yang tidak tertulis, baik sanksi yang secara
langsung maupun sanksi secara tidak langsung. Itu semua bertujuan untuk
menjadikan masyarakat yang lebih baik dan tidak melanggar aturan-aturan
tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar