Selasa, 11 Oktober 2016

PELANGGARAN KAIDAH-KAIDAH SOSIAL






Setiap masyarakat memiliki tatanan, dan tatanan tersebut merupakan tatanan yang dapat ditanamkan disetiap masyarakat yaitu struktur sosial. Sedangakan, struktur sosial sendiri memiliki berbagai macam unsur-unsur yang salah satu unsurnya adalah kaidah-kaidah sosial. Disetiap masyarakat pasti mempunyai aturan, walaupun dalam lingkup kecil seperti di dalam keluarga. Kaidah merupakan aturan, sementara kaidah-kaidah sosial itu sendiri adalah kaidah yang selalu menunjukan perintah atau larangan. Masyarakat pasti memiliki kaidah-kaidah sosial mulai dari lingkup masyarakat desa, lingkup sekolahan, lingkup keluarga (lingkup kecil) dan masih banyak lagi yang merupakan aturannya bisa terbentuk sendiri tanpa ada yang membuatnya yang melihatnya memalui adat kebiasaan, ada juga aturan yang dibuat secara sengaja supaya menjadikan masyarakat yang lebih baik, bahkan ada juga aturan yang timbul di dalam diri kita sendiri tanpa kita sadari. Semua itu sudah tersusun dan jika ada yang melanggarnya akan mendapatkan sanksi baik secara langsung maupun secara tidak langsung, adapun yang melanggarnya mendapatkan sanksi sosial dari masyarakatnya sendiri.
Ada empat kaidah yang menjadi patokan oleh kaidah-kaidah sosial tersebut, yaitu kaidah kesopanan, kaidah kesusilaan, kaidah kepercayaan (kaidah keagamaan), dan kaidah hukum. Masing-masing kaidah tersebut memiliki pengertian yang berbeda serta sanksi yang berbeda pula.
Kaidah kesopanan merupakan aturan yang ditetapkan oleh masyarakat sekitarnya yang bersifat lokal atau terbatas antar lokasi, kaidah kesopanan ini berasal dari masyarakat yang sanksinya tidak resmi dari masyarakat, seperti halnya jika melanggar kaidah kesopanan tersebut akan mendapatkan cemooh, celaan, gunjingan dan sindiran dan masih banyak lagi yang berasal dari masyarakat itu sendiri yang berada di sekitarnya.
Sementara kaidah kesusilaan merupakan suatu aturan yang mengharuskan kita untuk berlaku sesuai hati nurani kita. Maksud dari kesusilaan adalah malu atas diri sendiri, dari setiap manusia Allah SWT melahirkan rasa susila yaitu rasa malu yang menuntut semua orang menjadi baik. Sanksi jika melanggar kaidah kesusilaan ini adalah berasal dari diri sendiri seperti halnya rasa malu, rasa bersalah, rasa kasihan, dan masih banyak lagi. Kemudian kaidah kepercayaan atau bisa disebut dengan kaidah keagamaan, merupakan kaidah atau aturan yang diyakini datang dari sebuah kekuatan ghaib yang diyakini mengatur diri kita serta sumbernya dari kekuatan ghaib tersebut. Kaidah kepercayaan itu lingkupnya lebih luas dibandingkan dengan kaidah keagamaan yang berasal dari kitab-kitab suci dan sanksinya tidak jelas serta tidak konkrit atau tidak ada yang tahu dan sanksinya yaitu ancaman dosa. Akan tetapi makna dari kaidah kepercayaan dan kaidah keagamaan pada intinya sama. Dapat diketahui, di dalam kaidah kepercayaan atau kaidah keagamaan itu terdapat dua konsep meliputi, konsep islam kekuatan ghaibnya berasal dario Allah SWT (Tuhan), dan yang kedua adalah konsep non islam kekuatan ghaibnya berasal dari bisikan roh halus.
Kemudian, kaidah-kaidah sosial yang terakhir adalah kaidah hukum. Kaidah hukum merupakan kaidah atau aturan yang berasal dari penguasa dan diberikan secara resmi yang merupakan sumber aturan tertulis, jika melanggarnya maka akan diberikan sanksi oleh si penguasanya. Maksud dari kaidah hukum ini adalah selain kewajiban, dia juga memberikan hak. Jadi, dapat  disimpulkan bahwa kaidah kesopanan, kaidah kesusilaan dan kaidah kepercayaan atau kaidah keagamaan tersebut memiliki daya kerja yang hanya membebani kewajibannya saja. Suka tidak suka, mau tidak mau harus dilakukan sesuai kaidahnya. Sementara kaidah hukum sendiri, selain kewajiban juga memberikan hak.
Di suatu lingkup sekolah juga memiliki beberapa aturan yang harus dipatuhi, seperti halnya pada lingkup sekolah yang berada di area pondok yang pada umumnya semua santri dilarang keras membawa alat elektronik seperti hp dan otomatis aturan sekolahan yang berdiri atas nama pondok tersebut juga memakai aturan tersebut yang tidak diperbolehkan membawa alat elektronik yaitu hp pada waktu sekolah dan kegiatan lainnya yang berada di sekolahan tersebut maupun di pondok. Ada aturan lain yang terdapat di lingkup sekolah yang berada di area pondok tersebut, seperti larangan untuk berpacaran, ketemuan dengan lawan jenis, keluar dari lingkup sekolah atau pondok tanpa izin, membawa alat elektronik dan masih banyak lagi. Setiap aturan tersebut mempunyai sanksi tersendiri, seperti larangan berpacaran akan mendapatkan sanksi yaitu dimandikan dengan air peceren dan yang cowok di gundul dan di jemur di bawah terik matahari selama beberapa jam yang telah ditentukan. Sanksi seperti itulah merupakan sanksi yang berasal dari msyarakat yang ada di sekitarnya tersebut yaitu berasal dari masyarakat pondok dan sekolahan. Karena, berpacaran di dalam lingkup pondok merupakan perbuatan yang tidak sopan, perbuatan yang dilarang keras bagi santri pondok yang masih berstatus menjadi siswa sekolah.
Pengalaman saya melanggar kaidah sosial, ketika saya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau tepatnya di Madrasah Tsanawiyah (MTs) yang pada saat itu saya sekolah yang berada di lingkup pondok. Saya merupakan santri di pondok tersebut dan bersekolah di sana, ketika saya pulang ke rumah yang pada saat itu pondok lagi libur akan tetapi tetap masuk sekolah karena di sekolah mengadakan acara class meeting yaitu acara setiap selesai ujian akhir semester. Kemudian saya mengikuti class meeting di sekolah dan saya membawa camera kecil yang tujuan saya untuk mengambil foto momen-momen pada saat  acara class meeting tersebut. Pada saat saya beristirahat di kantin, kamera tersebut di bawa oleh temen pondok saya untuk berfoto ria dengan teman-temannya di sekolah tersebut. Kemudian ada guru yang memergoki teman saya membawa kamera yang sedang berfoto-foto tersebut, lalu kamera tersebut disita oleh guru tersebut. Teman saya pun menemui saya dan mengatakan bahwa kamera saya di sita oleh salah satu guru di sekolah tersebut. Saya dan teman saya yang pinjam kamera saya itu pun mendapat panggilan dari guru untuk pergi ke kantor sekolah yang selanjutnya akan diproses atau bahasa tenarnya pada saat itu adalah akan disidang. Karena aturan yang sudah berlaku di sekolah maupun di pondok tersebut adalah tidak boleh membawa alat elektronik apapun, akhirnya saya mendapatkan sanksi atas pelanggaran aturan tersebut. Dan ternyata di dalam kamera terdapat foto teman saya yang meminjam kamera tersebut dengan seorang siswa cowok yang berada satu sekolah di sekolah, yang akhirnya teman saya juga mendapatkan sanksi atas peraturan yang dilanggarnya yaitu ketemuan dengan seorang cowok. Jadi, pelanggaran yang telah dilanggar meliputi pelanggaran membawa alat elektronik yang berupa kamera di lingkup sekolahan yang berada di area pondok meskipun sekolah libur dan sekolah mengadakan kegiatan non pendidikan yaitu class meeting, akan tetapi aturan masih tetap berlaku. Dan pelanggaran ketemuan dengan lawan jenis yang dilihat dari bukti foto yang berada di dalam kamera tersebut. Sanksinya adalah yang membawa alat elektronik yang berupa kamera tersebut yaitu saya, itu mendapat sanksi menulis surat yasin sebanyak sepuluh kali. Kemudian, untuk mengambil kamera saya yang masih ditahan di dalam kantor tersebut, saya harus meminta surat keterangan untuk mengambil kamera itu atas nama orang tua saya. Dan teman saya yang meminjam kamera saya dan berfoto dengan lawan jenis itu akan diproses lebih lanjut yang kemudian si cowok yang berfoto dengannya itu juga akan mendapatkan sanksi juga.



Alasan kenapa tidak boleh membawa alat elektronik itu adalah karena takut mengganggu kegiatan sekolah dan pondok serta juga takut disalah gunakan yang kemudian terlihat tidak sopan jika melanggar aturan tersebut, dan dapat dilihat dari sudah tahu aturan tersebut masih tetap berlaku tapi kenapa masih saja dilanggar padahal aturan tersebut jelas jelas sudah tertera yang kemudian bagi orang yang melanggarnya akan mendapatkan sindiran atau teguran dari pihak atau masyarakat yang membuat aturan tersebut. Sama halnya dengan aturan larangan bertemu atau ketemuan dengan lawan jenis atau bisa disebut dengan pacaran, yang memiliki alasan bahwa di pondok tidak diperbolehkan pacaran karena para santri di pondok tersebut masih belum cukup umur dan takut terjadi hal yang tidak di inginkan, dan pihak pondok serta pihak sekolah sendiri juga sudah membuat aturan larangan berpacaran tersebut.
Dapat dilihat dari pelanggaran kaidah sosial yang saya alami itu merupakan pelanggaran kaidah kesopanan. Dimana aturan-aturannya itu berasal dari masyarakat yang berada di sekitarnya yang bersifat lokal dan sanksinya itu tidak resmi. Memang di setiap lingkungan itu memiliki aturan-aturan  dan sanksi yang berbeda-beda. Baik aturan yang tertulis maupun aturan yang tidak tertulis, baik sanksi yang secara langsung maupun sanksi secara tidak langsung. Itu semua bertujuan untuk menjadikan masyarakat yang lebih baik dan tidak melanggar aturan-aturan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar