Senin, 17 Oktober 2016

PERUBAHAN SOSIAL DALAM DUNIA PENDIDIKAN





Pendidikan merupakan invetasi bagi suatu negara. Pendidikan menyangkut kepentingan semua warga negara, masyarakat, institusi dan berbagai kepentingan lain. Ini disebabkan pendidikan berkaitan erat dengan hasil yang terjadi setelah pelaksanaan kegiatan jangka pendek ke beberapa tersedianya Sumber Daya Alam  atau SDM yang handal untuk menghadapi tantangan zaman. Oleh sebab itu, titik berat pembangunan pendidikan terletak pada peningkatan mutu dari setiap jenjang, serta perluasan kesempatan belajar pada anak didik. Namun, kenyataannya membuktikan bahwa pendidikan masih belum dianggap suatu hal yang vital, khususnya oleh para pemegang kekuasaan tertinggi kepemimpinan negara.
Bangsa Indonesia pada baru-baru ini memang saya rasa sedang berada di ambang kekacauan. Terutama dalam dunia pendidikan. Kenapa pendidikan di Indonesia sedang diambang kekacauan? sedangkan berbagai prestasi yang ditorehkan oleh anak-anak terdidik sampai saat ini telah menunjukkan prestasi yang sangat menggembirakan. Kita ambil contoh saja ketika sekumpulan anak SMK dari Jogja yang berhasil menciptakan mobil SMK. Belum lagi karya dari seorang pria kelahiran karang anyar yang bernama Warsito Purwo Taruno. Ia adalah seorang yang berbekal pendidikan hingga jenjang s3 di Jepang dan pengalaman riset di Amerika, sehingga ia berhasil menemukan sebuah alat pembasmi kanker. Belum lagi seperti penemu kompor biomasa yang ditemukan oleh Muhammad Nurhuda. Namun, lagi-lagi karya anaka Bangsa telah terkena imbas dari kepentingan negara yang tak bisa dipungkiri telah termonopoli hanya karena kepentingan mereka, bukan untuk kepentingan bersama.
Kalau kita teliti lebih dalam sesungguhnya prestasi yang ditorehkan seperti yang saya contohkan diatas adalah berangkat dari ketrampilan dan kreatifitas. Karena bukan hal yang tidak mungkin ketika orang yang bersekolah tinggi tidak akan bisa menciptakan sebuah karya yang sangat membanggakan.
Pendidikan di Indonesia sangatlah mengabaikan latihan-latihan atau memahami pelajaran serta kebiasaan belajar dengan hal yang tidak biasa yang bertujuan untuk lebih meningkatkan kualitasnya tersebut dengan maksimal yaitu melakukan perbaikan dan meraih kehidupan yang lebih baik, itu masalah yang pertama. Dan masalah yang kedu, yaitu monopoli dari pemerintah yang tidak memperhatikan setiap garis dari permasalahan pendidikan, terutama kompeten dan potensi di daerah plosok. Gonta ganti kurikulum telah sering dilakukan. Masih ingatkah ketika kurikulum 13 yang hanya bertahan sangat sebentar saja, lalu berubah lagi dengan kurikulum yang lainnya? atau kembali ke kurikulum yang pernah dilaksanakan sebelumnya?
Kita tahu bahwa kurikulum 13 atau K13 ini dijadikan jawaban atas persoalan yang melanda negara ini. Namun, bagaimana dengan kualitas tenaga pengajar atau yang sering kita sebut dengan si guru untuk mengaplikasikan kurikulum 13 atau K13 tersebut? bagaiamana dengan daerah tertinggal seperti daerah plosok  dalam mengalikasikan kurikulum 13 atau K13, sedangkan di sisi lain masih banyak yang menyebabkan mereka belum siap untuk menerima kurikulum 13 atau K13 tersebut? permasalahan yang ketiga sering sekali kita menjumpai bahwa guru adalah tenaga pendidik yang merasa mempunyai kekuasaan kebenaran, dan apabila kita tarik garis sebelumnya pasti kekuasaan kebenaran itu berangkat dari ke-ego-isan. Sedangkan maksud dari kekuasaan kebenaran seorang guru itu adalah guru mempunyai banyak kebenaran di depan murid-muridnya, karena guru merupakan sebagai patokan atau contoh atau pendidik dari murid-muridnya tersebut, sehingga seorang guru pasti memiliki kekuasaan kebenaran. Salah satu alasan mengapa sekolah gagal mendidik murid, karena sistem pendidikan yang tidak bisa berpacu mengimbangi perkembangan dari anak itu sendiri.
Saya klasifikasikan dalam dunia pendidikan sekarang pada dua tipe. Pertama, yaitu mereka menjadikan dirinya sebagai bertipe pengemudi, yaitu dialah anak-anak yang kelak akan mampu untuk bagaimana cara bertahan hidup dengan mandiri. Dan yang kedua, yaitu mereka menjadikan diri mereka bertipe penumpang, dan inilah generasi anak Bangsa yang sering orang sebut dengan generasi anak mami. Generasi anak mami yang sering mengalami depresi akan beratnya tekanan dari pendidikan itu sendiri merupakan suatu contoh dari kesalahan mendidik murid ditinjau dari sitem. Dimana anak dituntut untuk mendapatkan nilai angka setinggi-tingginya. Berpacu dengan teman-temannya, saling menjegal dan bahkan sering juga menghalalkan segala cara untuk memenagkan kompetisi dalam bentuk nilai angka dalam rapot.
Pernah saya mengalami hal yang demikian. Ketika awal masuk sekolah tingkat pertamaa atau bisa disebut dengan SMP, saya sempat mengalami depresi yang berat. Hal ini dikarenakan kurangnya adaptasi saya terhadap lingkungan, belum lagi terhadap mata pelajaran yang semakin hari bertambah sulit.
Anak-anak sekolah seakan-akan terisolasi dengan lingkungannya tersebut. Generasi anak mami yang dibentuk oleh para tenaga pengajar yang saya rasa untuk menjadi mesin yang layaknya yang siap jual, namun kenyataannya orang tua mengalami kesulitan untuk menemukan pekerjaan atau wirausaha untuk anaknya. Generasi yang dimana telah tertanam pada pemikiran mereka bahwa memperoleh segala sesuatu dengan mudah. Hal ini bisa dibaca bahwa pikiran mereka terhenti dan berlindung terus dibalik kemudahan hidup. Hidup mereka sudah dianggap selesai karena kurang menghargai arti sebuah perjuangan.
Hal ini sangat berbeda jauh ketika pendidikan bermodelkan alam yang berarti 70% adalah praktek dan 30% adalah teorinya, yang pendidikan bermodel alam tersebut sangat berbanding lurus dengan sistem di negara kita. Yang dimana 30% adalah praktek dan 70% adalah teori. Sehingga bukan suatu hal yang menjadi pantangan ketika dimulai sejak masih SD (sekolah dasar) kita sudah dituntut untuk menghafalkan beratus-ratus teori, seperti perkalian serta rumus-rumus matematika atau MTK, tenses pada mata pelajaran muatan lokal seperti bahasa Inggris, dan masih banyak lagi pelajaran-pelajaran yang harus kita hafalkan. Dan hal itu akan berefek pada kejenuhan bagi yang tidak kuat. Bagaimana semestinya guru dan sekolah menjadikan belajar sebagai suatu hal yang menyenangkan, menarik dan menawarkan penglaman menantang. Justru malah menyiksa para peserta pendidik itu sendiri. Karena hidup yang tidak berarti adalah ketika tidak mau menghadapi tantangan sama sekali.
Kalau saya boleh analogikan, mungkin gedung sekolah saya ibaratkan sebuah pabrik yang dimana guru adalah seorang buruh pekerja. Seorang buruh pekerja pasti akan mematuhi perintah dari meneger pabrik yang tak lain menjadi meneger tentunya adalah pemerintah itu sendiri. Sedangakn murid baru adalah barang mentah yang harus mereka olah untuk menjadi barang siap saji seperti montor. Kita tahu bahwa montor terbitan tahun 90-an pasti akan kesulitan untuk laku apabila terjadi sekenario menjual ditahun modern seperti sekarang. Yaaa, pada tahun 2016. Yang notabennya telah melewati berbagai macam produksi jenis dan model montor yang lebih menarik. Sehingga sekenarionya adalah montor pada terbitan tahun 90 tidak akan laku dan akan dihancurkan. Begitu juga dengan seorang murid yang hasil langsungnya masa dulu tidak akan laku dijual pada masa sekarang, dan imbasnya ia harus siap ditindih oleh zaman. Siapa yang disalahkan? meneger, pekerja, atau malah barang mentah itu sendiri?
Kita harus menemukan aspirasi baru untuk menyelesaikan berbagai tantangan dalam pendidikan dari perubahan satu ke perubahan yang lainnya, terutama para tenaga pengajar, sistem pendidikan itu sendiri. Isu-isu sosial yang diuraikan agar mampu menggugah kesadaran akan pentingnya proses pembelajaran demi memperbaiki kualitas bangsa.
Jadi, perubahan social yang dilihat dari aspek kaidah, nilai, perilaku dan pelapisan dalam dunia pendidikan adalah nilai andap ashor yang merupakan efek dari system yaitu guru yang kurang integritas yang mengakibatkan nilai andap ashor seorang murid berkurang dan berfikiran secara konsep yang lebih mementingkan sisi kepraktisan dibandingkan sisi manfaatnya, sehingga hasil langsung dan hasil dalam jangka waktu yang lama dari dunia pendidikan itu akan dipertanyakan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar