Senin, 31 Oktober 2016

LARANGAN MENCONTEK



Mencontek merupakan perbuatan yang tidak baik, tapi banyak orang yang melakukannya. Bahkan sudah menjadi kebiasaan atau budaya bagi mereka. Di suatu kampus memiliki ribuan mahasiswa yang mana pasti ada pelaku yang tidak pernah mencontek dan pelaku mencontek.




A.    Pelaku tidak pernah mencontek
Yang menyebabkan mereka tidak mencontek karena mereka belajar saat sebelum ujian berlangsung dan menguasai materi yang diajarkan, serta mereka merasa sangat puas dengan hasil ujiannya karena merupakan hasil mengerjakan sendiri tanpa mencontek. Jika tidak sempat belajar ataukah tidak bisa menjawab soal ujian, maka mereka menjawabnya sebisa mungkin atau pakai nalar (mengarang). Kata salah satu mahasiswa semester lima jurusan perbankan syariah “buat apa mencontek kalau mengarang lebih asyik”. Perasaan mereka terhadap pengawas atau dosen yang membiarkan tindak pencontekan berlangsung biasa saja, karena Dosen mempunyai penilaian sendiri terhadap mahasiswanya dan itu merupakan kebijakan dosen. Tapi, sedikit disayangkan bagi pengurus atau dosen yang membiarkan pencontekan berlangsung yang membuat mahasiswa jadi meremehkannya. Ada juga salah satu mahasiswa semester tiga jurusan PGMI yang tidak terima terhadap tindakan pengawas atau dosen tersebut, karena dia sudah susah payah belajar yang kemudian teman lainnya melakukan aksi pencontekan dan dibiarkan begitu saja oleh pengawas atau dosen tersebut. Dan Menurut mereka sanksi yang tepat bagi pencontek yaitu di disqualification dari ujian atau dengan mengurangi nilai. Jika berbicara tentang menghilangkan pencontekan itu sangat sulit, karena sudah menjadi budaya atau kebiasaan yang sejak menjadi pelajar mereka sudah terbiasa mencontek dan dosen atau pengawas killer pun tidak menjamin tidak ada aksi pencontekan karena mereka atau para pencontek itu hanya mencari nilai bukan ilmu dan kejujuran yang diutamakan. Jika mahasiswa percaya akan adanya Tuhan, pasti mereka sadar akan perbuatan mencontek itu tidak baik. Lagi-lagi sangatlah sulit menghilangkan budaya mencontek apalagi mereka lebih memprioritaskan nilai daripada amal kebaikan (kejujuran). Menurut salah satu narasumber semester lima jurusan perbankan syariah itu mengatakan bahwa sanksi yang pantas atau yang tepat bagi pencontek adalah memberi makan kepada fakir miskin satu bungkus, mengapa seperti itu? Karena, menurutnya orang yang mencontek biasanya tidak telalu tau tentang agama dan mereka memiliki pahala yang sedikit karena terlalu banyak berbuat yang tidak baik yaitu mencontek, maka dari itu dengan cara seperti itulah mereka supaya kapok dan di sisi lain juga bermanfaat.
Cara yang perlu ditempuh agar tidak ada mahasiswa yang mencontek disetiap narasumber yang saya wawancarai kali ini mempunyai pendapat yang berbeda-beda. Dimulai dengan narasumber yang pertama yaitu mahasiswa semester tiga jurusan perbankan syariah yang mengatakan bahwa agar aturan larangan mencontek efektif disemua mata ujian dengan diadakan ujian lisan atau presentasi individu, serta fasilitas yang dibutuhkan agar mahasiswa berhenti mencontek mungkin dengan adanya CCTV mereka akan takut untuk mencontek. Narasumber yang kedua dari mahasiswa semester tiga jurusan PGMI yang menurutnya cara yang perlu ditempuh agar tidak ada mahasiswa yang mencontek saat ujian yaitu bahan yang diujikan menarik dan tidak membosankan, mahasiswa harus lebih percaya diri kalau dia bisa serta belajar tidak memakai sistem kebut semalam (SKS) dan berdoa. Dan perlu adanya dosen atau pengawas yang killer agar pencontekan tidak berlangsung, jika ada ancaman dari dosen bagi si pencontek mungkin tidak terlalu berpengaruh. Mungkin dengan adanya kesadaran dari diri sendiri bagaimana agar tidak mencontek pada saat ujian berlangsung yang diperlukan tindakan khusus seperti metode ujian yang diganti atau dengan menbagi-bagi beberapa kloter agar minimnya terjadi kecurangan. Serta fasilitas yang dibutuhkan agar mahasiswa berhenti mencontek dengan membeda-bedakan soal dari satu orang ke orang yang lain. Yang terakhir dari narasumber semester lima jurusan perbankan syariah, bahwa cara yang perlu ditempuh agar tidak ada mahasiswa yang mencontek saat ujian yaitu dengan adanya open book, itu tidak akan terjadi aksi mencontek dan jika mencontek punya temannya maka sanksinya adalah dengan di skors yang hukumannya seberat-beratnya. Contohnya membuat surat pernyataan kepada dosen pembimbing seperti minta tanda tangan. Kemudian, supaya aturan dilarangnya mencontek efektif disemua mata kuliah, sebelum ujian berlangsung dibacakan lagi aturan-aturannya itu dan menurutnya para mahasiswa tidak perlu fasilitas tetapi mereka perlu motifasi seperti motifasi pencerahan supaya berhenti menyontek itu sudah cukup.
Jadi, sah sah saja semua orang, semua mahasiswa berpendapat apapun mengenai aksi pencontekan pada saat ujian berlangsung. Memang sebenarnya budaya mencontek seperti itu tidaklah baik dan jika perbuatan tersebut diteruskan akan menjadi kebiasaan dan ketergantungan dengan mencontek. Bagaimana cara menghilangkan budaya mencontek tersebut? Tetap kembali kepada diri sendiri, kesadaran sendiri, kalau menyadari bahwa mencontek itu perbuatan yang tidak baik dan merugikan diri sendiri di hari esok, pasti akan menghilangkan kebiasaan mencontek tersebut. Intinya, tetap kembali kepada kesadaran diri masing-masing.
B.     Pelaku mencontek
Aksi pencontekan benar benar sudah menjadi kebiasaan setiap ujian berlangsung. Mencontek itu memang sifat yang kurang baik yang menjadi budaya, dan itu muncul dadi diri orang masing-masing tanpa ada unsur paksaan untuk mencontek. Mencontek itu muncul karena adanya rasa ketidak percayaan terhadap diri sendiri akan kemampuannya. Sebenarnya bisa untuk menjawab soal-soal ujian tersebut, tapi ada perasaan yang belum yakin sehingga menyamakan jawaban ujian dengan jawaban temannya, meskipun jawaban itu belum yakin 100% benar. Tiga narasumber pelaku mencontek menyatakan setuju dengan adanya aturan larangan mencontek, karena mencontek itu memang perbuatan yang tidak baik. Ada yang mengatakan tidak setuju dengan adanya aturan larangan mencontek, alasannya karena belum ada kesiapan untuk ujian. Mereka pada saat mencontek, sebelumnya tidak ada kesiapan atau persiapan membuat contekan karena mereka mengandalnya teman temannya Yang ada di sekitarnya. Hanya menyamakan jawabannya dengan teman yang ada di dekatnya untuk meyakinkan dirinya kemudian menjabarkan lagi dengan bahasanya sendiri. Menurut mereka, mencontek punya teman lebih mudah dan cepat daripada membuat atau menyiapkan contekan sendiri. Cara mengantisipasi agar perbuatan mencontek tidak diketahui dosen atau pengawas sangatlah gampang dengan cara kalau pilihan ganda dengan menggunakan jari. Contohnya jika jawaban a, mengunakan 1 jari. A=1, B=2, C=3, D=4 E=5. Dan jika isian, menyiapkan kertas kecil untuk nanti memberikan kepada temannya yang diconteki. Yang pasti dengan posisi agak tegak, karena sedang melakukan hal yang melanggar aturan atau yang tidak baik yaitu mencontek. Atau ada cara lain yaitu dengan mencari atau menempati tempat duduk belakang. Akan tetapi, ada salah satu narasumber dari semester satu jurusan PGMI mengatakan bahwa cara mengantisipasi agar perbuatannya tidak diketahui dosen atau pengawas yaitu dilihat pada tergantung posisi tempat duduknya dengan duduk di tengah-tengah, karena tempat atau posisi duduk di depan atau di belakang itu merupakan tempat faforit dosen atau pengawas mengawasi saat ujian berlangsung.


Perasaan para pelaku mencontek pada saat aksi pencontekan berlangsung adalah was was, takut, gelisah, tidak enak hati pada dosen atau pengawas, karena nanti kalau ketahuan mencontek oleh dosen atau pengawas maka ancamannya lembar jawaban dirobek. Pendapat para narasumber tentang dosen atau pengawas yang tegas menindak pelaku pencontekan ada yang setuju sebab bisa membuat jera, ada yang merasa salut tapi merasa takut karena merupakan salah satu pelaku pencontekan, ada juga yang berpendapat bahwa memang seharusnya seperti itu tapi jangan sampai menggagalkan mahasiswanya untuk mengikuti ujian gara-gara mencontek, cukup ditegur atau di ingatkan saja sudah cukup tanpa harus merobek lembar jawaban, dan lain lain. Akan tetapi, sebenarnya nilai hasil mencontek mereka tidak merasa puas, kadang kalanya kalau dapat nilai jelek gara-gara mencontek rasa menyesal pasti ada, kenapa tidak yakin dengan jawabannya sendiri.
Menurut narasumber dari semester tujuh jurusan hukum keluarga mengenai rencana untuk berhenti mencontek itu ada, yang tergantung soal ujian dan kemampuannya karena tidak bisa diprediksi. Faktor yang membuatnya memutuskan tidak akan mencontek, jika soalnya mudah dan dia yakin bisa. Serta pengawas atau dosen itu terus berkeliling yang itu tidak memungkinkan untuk mencontek yang kemudian waktu sudah hampir habis dan belum ada contekan yang bisa dicontek. Narasumber yang kedua yaitu dari semester satu jurusan pendidikan agama islam, sebenarnya dia memiliki rencana untuk berhenti mencontek, dan juga dengan keadaan ketika dia sudah bisa mengerjakannya dengan cara pelajarannya sudah dikuasai. Dan yang terakhir yaitu narasumber dari semester satu jurusan PGMI yang mengatakan bahwa dia memiliki rencana berhenti mencontek. Keadaan yang membuat dia memutuskan untuk tidak mencontek yaitu keadaan disaat diharuskan mendapatkan nilai dari hasil sendiri untuk mengukur ilmu yang didapatkan.
Jadi, Mencontek itu memang sifat yang kurang baik yang menjadi budaya, dan itu muncul dadi diri orang masing-masing tanpa ada unsur paksaan untuk mencontek. Mencontek itu muncul karena adanya rasa ketidak percayaan terhadap diri sendiri akan kemampuannya. Sebenarnya bisa untuk menjawab soal soal ujian tersebut, tapi ada perasaan yanv belum yakin sehingga menyamakan jawaban ujian dengan jawaban temannya, meskipun jawaban itu belum yakin 100% benar. Tiga narasumber pelaku mencontek menyatakan setuju dengan adanya aturan larangan mencontek, karena mencontek itu memang perbuatan yang tidak baik. Ada yang mengatakan tidak setuju dengan adanya aturan larangan mencontek, alasannya karena belum ada kesiapan untuk ujian. Mereka pada saat mencontek, sebelumnya tidak ada kesiapan atau persiapan membuat contekan karena mereka mengandalnya teman temannya Yang ada di sekitarnya. Hanya menyamakan jawabannya dengan teman yang ada di dekatnya untuk meyakinkan dirinya kemudian menjabarkan lagi dengan bahasanya sendiri. Menurut mereka, mencontek punya teman lebih mudah dan cepat daripada membuat atau menyiapkan contekan sendiri. Cara mengantisipasi agar perbuatan mencontek tidak diketahui dosen atau pengawas sangatlah gampang dengan cara kalau pilihan ganda dengan menggunakan jari. Contohnya jika jawaban a, mengunakan 1 jari. A=1, B=2, C=3, D=4 E=5. Dan jika isian, menyiapkan kertas kecil untuk nanti memberikan kepada temannya yang diconteki. Yang pasti dengan posisi agak tegak, karena sedang melakukan hal yang melanggar aturan atau yang tidak baik yaitu mencontek. Atau ada cara lain yaitu dengan mencari atau menempati tempat duduk belakang. Akan tetapi, ada salah satu narasumber dari semester satu jurusan PGMI mengatakan bahwa cara mengantisipasi agar perbuatannya tidak diketahui dosen atau pengawas yaitu dilihat pada tergantung posisi tempat duduknya dengan duduk di tengah-tengah, karena tempat atau posisi duduk di depan atau di belakang itu merupakan tempAt faforit dosen atau pengawas mengawasi saat ujian berlangsung.
Perasaan para pelaku mencontek pada saat aksi pencontekan berlangsung adalah was was, takut, gelisah, tidak enak hati pada dosen atau pengawas, karena nanti kalau ketahuan mencontek oleh dosen atau pengawas maka ancamannya lembar jawaban dirobek. Pendapat para narasumber tentang dosen atau pengawas yang tegas menindak pelaku pencontekan ada yang setuju sebab bisa membuat jera, ada yang merasa salut tapi merasa takut karena merupakan salah satu pelaku pencontekan, ada juga yang berpendapat bahwa memang seharusnya seperti itu tapi jangan sampai menggagalkan mahasiswanya untuk mengikuti ujian gara-gara mencontek, cukup ditegur atau di ingatkan saja sudah cukup tanpa harus merobek lembar jawaban, dan lain lain. Akan tetapi, sebenarnya nilai hasil mencontek mereka tidak merasa puas, kadang kalanya kalau dapat nilai jelek gara-gara mencontek rasa menyesal pasti ada, kenapa tidak yakin dengan jawabannya sendiri.
Menurut narasumber dari semester tujuh jurusan hukum keluarga mengenai rencana untuk berhenti mencontek itu ada, yang tergantung soal ujian dan kemampuannya karena tidak bisa diprediksi. Faktor yang membuatnya memutuskan tidak akan mencontek, jika soalnya mudah dan dia yakin bisa. Serta pengawas atau dosen itu terus berkeliling yang itu tidak memungkinkan untuk mencontek yang kemudian waktu sudah hampir habis dan belum ada contekan yang bisa dicontek. Narasumber yang kedua yaitu dari semester satu jurusan pendidikan agama islam, sebenarnya dia memiliki rencana untuk berhenti mencontek, dan juga dengan keadaan ketika dia sudah bisa mengerjakannya dengan cara pelajarannya sudah dikuasai. Dan yang terakhir yaitu narasumber dari semester satu jurusan PGMI yang mengatakan bahwa dia memiliki rencana berhenti mencontek. Keadaan yang membuat dia memutuskan untuk tidak mencontek yaitu keadaan disaat diharuskan mendapatkan nilai dari hasil sendiri untuk mengukur ilmu yang didapatkan.
Jadi, Mencontek itu memang sifat yang kurang baik yang menjadi budaya, dan itu muncul dadi diri orang masing-masing tanpa ada unsur paksaan untuk mencontek. Mencontek itu muncul karena adanya rasa ketidak percayaan terhadap diri sendiri akan kemampuannya. Sebenarnya bisa untuk menjawab soal soal ujian tersebut, tapi ada perasaan yanv belum yakin sehingga menyamakan jawaban ujian dengan jawaban temannya, meskipun jawaban itu belum yakin 100% benar. Tiga narasumber pelaku mencontek menyatakan setuju dengan adanya aturan larangan mencontek, karena mencontek itu memang perbuatan yang tidak baik. Ada yang mengatakan tidak setuju dengan adanya aturan larangan mencontek, alasannya karena belum ada kesiapan untuk ujian. Mereka pada saat mencontek, sebelumnya tidak ada kesiapan atau persiapan membuat contekan karena mereka mengandalnya teman temannya Yang ada di sekitarnya. Hanya menyamakan jawabannya dengan teman yang ada di dekatnya untuk meyakinkan dirinya kemudian menjabarkan lagi dengan bahasanya sendiri. Menurut mereka, mencontek punya teman lebih mudah dan cepat daripada membuat atau menyiapkan contekan sendiri. Cara mengantisipasi agar perbuatan mencontek tidak diketahui dosen atau pengawas sangatlah gampang dengan cara kalau pilihan ganda dengan menggunakan jari. Contohnya jika jawaban a, mengunakan 1 jari. A=1, B=2, C=3, D=4 E=5. Dan jika isian, menyiapkan kertas kecil untuk nanti memberikan kepada temannya yang diconteki. Yang pasti dengan posisi agak tegak, karena sedang melakukan hal yang melanggar aturan atau yang tidak baik yaitu mencontek. Atau ada cara lain yaitu dengan mencari atau menempati tempat duduk belakang. Akan tetapi, ada salah satu narasumber dari semester satu jurusan PGMI mengatakan bahwa cara mengantisipasi agar perbuatannya tidak diketahui dosen atau pengawas yaitu dilihat pada tergantung posisi tempat duduknya dengan duduk di tengah-tengah, karena tempat atau posisi duduk di depan atau di belakang itu merupakan tempat favorit dosen atau pengawas mengawasi saat ujian berlangsung.
Perasaan para pelaku mencontek pada saat aksi pencontekan berlangsung adalah was was, takut, gelisah, tidak enak hati pada dosen atau pengawas, karena nanti kalau ketahuan mencontek oleh dosen atau pengawas maka ancamannya lembar jawaban dirobek. Pendapat para narasumber tentang dosen atau pengawas yang tegas menindak pelaku pencontekan ada yang setuju sebab bisa membuat jera, ada yang merasa salut tapi merasa takut karena merupakan salah satu pelaku pencontekan, ada juga yang berpendapat bahwa memang seharusnya seperti itu tapi jangan sampai menggagalkan mahasiswanya untuk mengikuti ujian gara-gara mencontek, cukup ditegur atau di ingatkan saja sudah cukup tanpa harus merobek lembar jawaban, dan lain lain. Akan tetapi, sebenarnya nilai hasil mencontek mereka tidak merasa puas, kadang kalanya kalau dapat nilai jelek gara-gara mencontek rasa menyesal pasti ada, kenapa tidak yakin dengan jawabannya sendiri.
Menurut narasumber dari semester tujuh jurusan hukum keluarga mengenai rencana untuk berhenti mencontek itu ada, yang tergantung soal ujian dan kemampuannya karena tidak bisa diprediksi. Faktor yang membuatnya memutuskan tidak akan mencontek, jika soalnya mudah dan dia yakin bisa. Serta pengawas atau dosen itu terus berkeliling yang itu tidak memungkinkan untuk mencontek yang kemudian waktu sudah hampir habis dan belum ada contekan yang bisa dicontek. Narasumber yang kedua yaitu dari semester satu jurusan pendidikan agama islam, sebenarnya dia memiliki rencana untuk berhenti mencontek, dan juga dengan keadaan ketika dia sudah bisa mengerjakannya dengan cara pelajarannya sudah dikuasai. Dan yang terakhir yaitu narasumber dari semester satu jurusan PGMI yang mengatakan bahwa dia memiliki rencana berhenti mencontek. Keadaan yang membuat dia memutuskan untuk tidak mencontek yaitu keadaan disaat diharuskan mendapatkan nilai dari hasil sendiri untuk mengukur ilmu yang didapatkan.
Jadi, meskipun maraknya aksi pencontekan tapi mereka sadar bahwa perbuatan itu tidaklah baik dan mereka juga setuju akan adanya aturan larangan mencontek. Karena sudah menjadi kebiasaan, maka cukup sulit untuk menghilangkan perbuatan contek mencontek tersebut. Upaya apapun yang membuat para pelaku pencontek jera mungkin tidak ada kalau tidak dari keinginan sendiri untuk tidak mencontek. Akan tetapi, Saya setuju dengan adanya dosen atau pengawas yang killer dan disiplin, itu akan meminimkan perbuatan mencontek saat ujian.
Saya sendiri adalah termasuk pelaku pencontek, saya juga pernah tidak mencontek. Disaat yang bagaimana tidak mencontek itu? Disaat saya sudah belajar dan sudah benar-benar menguasai materi tersebut, ataukah saya memang suka dengan mata kuliah tersebut atau sebelumnya dosen yang menerangkan itu tidak membosankan dan cepat untuk memahami materi yang disampaikannya. Mungkin, menurut saya terhadap mahasiswa yang suka mencontek itu perlu ada gertakan yang maksudnya adalah gertakan dari dosen mata kuliahnya dengan adanya kedisplinan, setiap masuk mata kuliah tersebut ada kuis baik tertulis maupun lisan. Itu secara tidak langsung akan membuat mahasiswa belajar setiap hati, dan bagi yang tidak belajar lama kelamaan dia akan tersadar karena dia merasakan nilainya kurang dikarenakan tidak bisa menjawab kuis tersebut. Kemudian, seminggu sebelum ujian berlangsung diadakan review semua materi dengan cara tes lisan satu persatu yang secara otomatis mahasiswa akan belajar selanjutnya minggu depan saat ujian berlangsung mereka sudah memahami semua materi dan dapat mengerjakannya tanpa mencontek. Kenapa saya mencontek? Karena saya belum bisa menguasai materi atau malas belajar atau bisa juga dosen sangat membosankan saat mengajar materi serta pengawasan saat ujian kurang ketat atau kurang disiplin, itu akan membuat saya dalam mengerjakan ujian sangat santai dan melakukan aksi pencontekan.








   

PENEGAKAN HUKUM DAN KEPATUHAN HUKUM MASYARAKAT





Memang banyak aturan yang tertulis maupun tidak tertulis yang mana setiap peraturan yang ada itu selalu ada pelanggaran kepada pihak yang melanggar, lalu dimanakah penegakan aturan tersebut? Bagaimana kepatuhan peraturan masyarakat tersebut? Jika masih ada banyak yang melanggar aturan yang jelas-jelas sudah di tetapkan serta sahkan aturan tersebut baik tertulis maupun tidak tertulis. Di sini saya akan menganalisis atau menjabarkan hasil dari observasi kuliah lapangan saya yang mengambil langsung dua objek sekaligus, yaitu lalu lintas dan larangan mencontek. Kenapa saya menganalisis dua objek sekaligus? Kenapa tidak memilih satu objek saja kemudian diulas habis satu objek tersebut secara lebih dalam? Karena, menurut saya tugas kuliah lapangan kali ini sangatlah menarik bagi saya, yah.. Selain menarik, saya juga penasaran bagaimana hasil dari observasi ini antara objek pertama dan objek kedua yaitu tentang lalu lintas dan larangan mencontek ini bagi para mahasiswa yang berada di area kampus tercinta. Tentang mahasiswa yang mematuhi lalu lintas (memakai helm pada saat berangkat kuliah atau pergi di sekitar kampus) dan mahasiswa yang tidak mematuhi lalu lintas (tidak memakai helm pada saat berangkat ke kampus atau pergi di sekitar kampus). Serta objek yang kedua yaitu larangan mencontek, mahasiswa yang tidak pernah mencontek pada saat ujian dan mahasiswa yang mencontek pada saat ujian. Dengan rasa yang sangat penasarannya, saya mewawancarai mahasiswa semua semester dengan rata, mulai dari semester satu sampai dengan semester tujuh dengan berbagai macam jurusan, yang setiap objek terdapat enam narasumber dan totalnya ada 12 narasumber mahasiswa semua semester diantaranya ada yang semester satu, semester tiga, semester lima bahkan semester tujuh juga ada. Sengaja saya tidak mewawancarai adek tingkat atau kakak tingkat yang jurusannya sama dengan saya yaitu Hukum Ekonomi Syariah. Kenapa? Karena saya ingin mengetahui seberapa jauh pengetahuan pasa mahasiswa tersebut di ruang lingkup jurusan Hukum Ekonomi Syariah mengenai tema yang saya ambil yaitu penegakan hukum dan kepatuhan hukum masyarakat dalam objek lalu lintas dan mencontek. Dari hasil wawancara, saya memilih narasumber mahasiswa FASIH hanya dua narasumber saja, tidak banyak. Karena untuk lebih memperkuat analisis saya tentang tema tersebut.
Kali ini saya akan membagi dua bagian dari hasil observasi saya, yaitu bagian pertama tentang lalu lintas dan bagian kedua Tentang mencontek disertai dengan analisis pengalaman saya sendiri yang berkaitan dengan dua bagian atau objek tersebut.

LALU LINTAS

Peraturan undang-undang tentang lalu lintas sudah ditetapkan dan disahkan, tapi masih tetap saja ada banyak yang melanggar peraturan tersebut. Kenapa? Apakah kurangnya sosialisasi terhadap pihak yang berwajib terhadap masyarakatnya? Ataukah kurang patuhnya masyarakat mengenai peraturan tersebut dan merasa masa bodo dengan akibat apa yang akan terjadi jika peraturan lalu lintas tersebut tidak dipatuhi?
A.    Pelaku mematuhi lalu lintas
Pentingnya memakai helm bagi para pengendara motor, bukan hanya supaya tidak terkena tilang waktu ada oprasi lalu lintas saja, melainkan untuk keamanan dirinya sendiri. Meskipun berpergian atau keluar dari rumah ke tempat yang dituju itu jaraknya dekat, tapi kalau naik sepeda motor itu diperkenankan untuk memakai helm supaya meminimkan terkena luka para pengendara terhadap kejadian yang tidak di inginkan seperti kecelakaan. Mahasiswa IAIN Tulungagung diantara tiga narasumber yang saya wawancarai itu ternyata tidak pada satu pihak saja untuk dapat mengetahui aturan lalu lintas yang dipatuhinya tersebut, ada yang dari kambinmas polsek Kalidawir, ada yang mengetahuinya pada saat diadakannya sosialisasi oleh pihak yang berwajib yang mana setiap beberapa bulan sekali biasanya pihak polisi mengadakan sosialisasi di sekolah-sekolah pada saat mesih menjadi pelajar, serta ada yang mengetahui aturan tersebut dari bimbingan kekuarganya sendiri. Mereka juga mengetahui isi aturan atau peraturan undang-undang lalu lintas tentang kewajiban si pengendara motor memakai helm saat berkendara yaitu terhimpun dalam UU No. 22 tahun 2009 serta mengetahui sanksi yang ada di dalam undang-undang tersebut seperti sanksi denda atau bahkan sanksi pidana, bisa juga kita lihat di internet jika masih belum jelas aturan lalu lintas yang berlaku saat ini karena tekhnologi semakin canggih, apa gunanya memiliki hp android yang bisa digunakan untuk bisa mengetahui segala hal di dunia ini terutama ya aturan lalu lintas itu. Ada juga yang tidak mengetahui isi aturan serta sanksi yang ada di undang-undang tersebut jika dilanggarnya, hanya mengetahui undang-undangnya saja. Akan tetapi, meskipun begitu mereka tetap mematuhinya karena mereka sadar akan bahayanya jika tidak mematuhinya yang berakibat merugikan diri sendiri dan orang lain.
Mengapa mereka mematuhi aturan lalu lintas seperti memakai helm saat berkendara? Menurut mereka, sangatlah penting mematuhi aturan lalu lintas yang sudah ditentukan. Karena mereka merupakan pelopor keselamatan berlantas yaitu menjaga diri sendiri dari hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya ketika ada tilangan dan bahkan kecelakaan. Meskipun begitu, mereka juga pernah sesekali melanggar aturan lalu lintas tersebut seperti halnya pada saat masih belum memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) dan akhirnya kena tilang, dan ada juga ketika lupa menaruh dompet yang isinya surat motor, SIM, dan lain lain yang ketika itu terburu-buru karena telat jam kuliah sudah mepet sekali.
Jadi, dari sini saya bisa menyimpulkan bahwa memakai helm saat berkendara itu sangatlah penting untuk keselamatan diri sendiri dan orang lain, bisa dengan cara apa saja kita dapat mengetahui aturan lalu lintas beserta sanksinya. Menaati peraturan lalu lintas itu bukan hanya takut ditilang saja, akan tetapi juga takut membahayakan diri sendiri dan orang lain. Kita tidak tau kapan kita mendapat musibah seperti kecelakaan atau apa saja, akan tetapi setidaknya kita sudah berusaha untuk melindungi diri sendiri dari segala bahaya dengan mematuhi aturan atau peraturan lalu lintas tersebut. Dan mematuhi aturan lalu lintas tidaklah sulit, seperti memiliki surat motor, memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), memakai helm, memakai motor yang lengkap, dan masih banyak lagi.
B.     Pelaku melanggar lalu lintas


Ada mahasiswa yang mengatakan bahwa gunanya ada aturan itu untuk dilanggar. Ada yang mematuhi aturan lalu lintas, pasti ada juga yang melanggar aturan lalu lintas. Dapat kita lihat juga disetiap hari di sekitar kita yang masih ada orang melanggar aturan lalh lintas, padahal mereka tau aturan tersebut. Akan tetapi mengapa mereka tetap melanggarnya? Padahal sudah jelas-jelas ada sanksi jika aturan itu dilanggar yang sudah tercantumkan. Bagaimana cara mengatasinya? Di sini saya mewawancarai mahasiswa yang menurut saya mereka selalu tidak memakai helm pada saat pergi ke kampus, padahal mereka mengendarai motor. Alasan mereka kenapa tidak memakai helm, karena jarak antara kos, asrama, rumah ke kampus itu dekat, lalu kenapa harus memakai helm? Ada yang mengatakan bahwa dia tidak membawa motor, dia hanya nebeng ke temennya saja jadi tidak perlu memakai helm. Padahal mereka mengetahui jelas aturan yang mengatur lalu lintas yang terhimpun di dalam undang-undang lalu lintas. Bahkan mereka juga menyadari bahwa yang mereka lakukan itu adalah pelanggaran lalu lintas yang salah dan dapat membahayakan diri sendiri. Apakah kurangnya penegasan dari pihak yang berwajib? Menurut mereka, mereka bisa saja patuh terhadap aturan lalu lintas tersebut dengan cara jika sudah ditegur oleh pihak yang berwajib dan itu akan menimbulkan perasaan takut saat melanggarnya karena sudah kena tilang, dan ada juga yang mengatakan dapat mematuhi aturan tersebut jika peraturan itu ditegasi dengan ketat dan bertanggung jawab atas pembuatan peraturan tersebut. Selain melanggar aturan lalu lintas, mereka ternyata juga pernah mematuhi lalu lintas dalam situasi sadar, jika dalam perjalanan jauh untuk melindungi keselamatan diri sendiri dan supaya tidak kena tilang, serta ada juga yang mengatakan baru bisa mematuhi aturan lalu lintas jika pada saat ingat saja dan jika ada oprasi lalu lintas baru mematuhinya yang lagi-lagi alasannya supaya tidak terkena tilang. Apakah mereka tidak pernah berfikir bahwa efek tidak memakai helm saat berkendara itu apa? Iya, mereka tau jika tidak memakai helm saat berkendara itu sama saja tidak mematuhi aturan demi keselamatan dan ketertiban. Tapi mengapa tetap saja melanggarnya jika akibat dari itu adalah memiliki sifat yang negatif?
Jadi, banyaknya pihak yang melanggar aturan lalu lintas karena kurangnya adanya kesadaran dari mereka bagaimana pentingnya keamanaan diri sendiri dan keamanan orang lain, serta kurang tegasnya pihak yang berwajib yang mengenakan sanksi terhadap yang melanggar aturan lalu lintas tersebut yang tidak sesuai ataupun kurang sesuai dengan aturan pelanggaran sanksi yang sudah tercantum di dalam undang-undang lalu lintas tersebut. Di sisi lain saya juga pernah tidak mematuhi aturan lalu lintas, yaitu tidak mempunyai Surat Izin Mengemudi (SIM) yang kemudian terkena tilang pada saat ada oprasi lalu lintas. Dari pengalaman saya tersebut memang benar pentingnya kita memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) saat berkendara karena dengan memiliki Surat Izin Mengemudi berarti kita sudah memenuhi syarat aturan yang sudah ditetapkan dan kemudian mendapatkan izin untuk mengemudi.
Selama ini saya merupakan pelaku melanggar lalu lintas, yaitu tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM). Saya pernah terkena tilang satu kali karena tidak memilik SIM tersebut, dikarenakan pada saat itu saya juga masih belum memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP). Dan saya terkena tilang dengan sanksi denda sebesar 100 ribu. Setelah itu saya takut terkena tilang lagi, kemudian saya meminta orang tua untuk membuatkan SIM dan sampai sekarang masih belum terpenuhi setelah saya sudah memiliki KTP. Saya juga pernah pergi ke kota tidak memakai helm, karena jarak dari kos ke kota dekat dan alasan lain karena saya tidak mempunyai helm karena pada saat itu saya masih belum membawa motor sendiri serta malas untuk meminjam helm ke teman lain. Ketika melanggar aturan lalu lintas, perasaan takut pasti ada, takut ketahuan polisi dan ditilang. Kemudian, lama kelamaan saya tersadar dan membeli helm sendiri untuk dipakai kemana-mana saat berkendara motor.


Senin, 17 Oktober 2016

PERUBAHAN SOSIAL DALAM DUNIA PENDIDIKAN





Pendidikan merupakan invetasi bagi suatu negara. Pendidikan menyangkut kepentingan semua warga negara, masyarakat, institusi dan berbagai kepentingan lain. Ini disebabkan pendidikan berkaitan erat dengan hasil yang terjadi setelah pelaksanaan kegiatan jangka pendek ke beberapa tersedianya Sumber Daya Alam  atau SDM yang handal untuk menghadapi tantangan zaman. Oleh sebab itu, titik berat pembangunan pendidikan terletak pada peningkatan mutu dari setiap jenjang, serta perluasan kesempatan belajar pada anak didik. Namun, kenyataannya membuktikan bahwa pendidikan masih belum dianggap suatu hal yang vital, khususnya oleh para pemegang kekuasaan tertinggi kepemimpinan negara.
Bangsa Indonesia pada baru-baru ini memang saya rasa sedang berada di ambang kekacauan. Terutama dalam dunia pendidikan. Kenapa pendidikan di Indonesia sedang diambang kekacauan? sedangkan berbagai prestasi yang ditorehkan oleh anak-anak terdidik sampai saat ini telah menunjukkan prestasi yang sangat menggembirakan. Kita ambil contoh saja ketika sekumpulan anak SMK dari Jogja yang berhasil menciptakan mobil SMK. Belum lagi karya dari seorang pria kelahiran karang anyar yang bernama Warsito Purwo Taruno. Ia adalah seorang yang berbekal pendidikan hingga jenjang s3 di Jepang dan pengalaman riset di Amerika, sehingga ia berhasil menemukan sebuah alat pembasmi kanker. Belum lagi seperti penemu kompor biomasa yang ditemukan oleh Muhammad Nurhuda. Namun, lagi-lagi karya anaka Bangsa telah terkena imbas dari kepentingan negara yang tak bisa dipungkiri telah termonopoli hanya karena kepentingan mereka, bukan untuk kepentingan bersama.
Kalau kita teliti lebih dalam sesungguhnya prestasi yang ditorehkan seperti yang saya contohkan diatas adalah berangkat dari ketrampilan dan kreatifitas. Karena bukan hal yang tidak mungkin ketika orang yang bersekolah tinggi tidak akan bisa menciptakan sebuah karya yang sangat membanggakan.
Pendidikan di Indonesia sangatlah mengabaikan latihan-latihan atau memahami pelajaran serta kebiasaan belajar dengan hal yang tidak biasa yang bertujuan untuk lebih meningkatkan kualitasnya tersebut dengan maksimal yaitu melakukan perbaikan dan meraih kehidupan yang lebih baik, itu masalah yang pertama. Dan masalah yang kedu, yaitu monopoli dari pemerintah yang tidak memperhatikan setiap garis dari permasalahan pendidikan, terutama kompeten dan potensi di daerah plosok. Gonta ganti kurikulum telah sering dilakukan. Masih ingatkah ketika kurikulum 13 yang hanya bertahan sangat sebentar saja, lalu berubah lagi dengan kurikulum yang lainnya? atau kembali ke kurikulum yang pernah dilaksanakan sebelumnya?
Kita tahu bahwa kurikulum 13 atau K13 ini dijadikan jawaban atas persoalan yang melanda negara ini. Namun, bagaimana dengan kualitas tenaga pengajar atau yang sering kita sebut dengan si guru untuk mengaplikasikan kurikulum 13 atau K13 tersebut? bagaiamana dengan daerah tertinggal seperti daerah plosok  dalam mengalikasikan kurikulum 13 atau K13, sedangkan di sisi lain masih banyak yang menyebabkan mereka belum siap untuk menerima kurikulum 13 atau K13 tersebut? permasalahan yang ketiga sering sekali kita menjumpai bahwa guru adalah tenaga pendidik yang merasa mempunyai kekuasaan kebenaran, dan apabila kita tarik garis sebelumnya pasti kekuasaan kebenaran itu berangkat dari ke-ego-isan. Sedangkan maksud dari kekuasaan kebenaran seorang guru itu adalah guru mempunyai banyak kebenaran di depan murid-muridnya, karena guru merupakan sebagai patokan atau contoh atau pendidik dari murid-muridnya tersebut, sehingga seorang guru pasti memiliki kekuasaan kebenaran. Salah satu alasan mengapa sekolah gagal mendidik murid, karena sistem pendidikan yang tidak bisa berpacu mengimbangi perkembangan dari anak itu sendiri.
Saya klasifikasikan dalam dunia pendidikan sekarang pada dua tipe. Pertama, yaitu mereka menjadikan dirinya sebagai bertipe pengemudi, yaitu dialah anak-anak yang kelak akan mampu untuk bagaimana cara bertahan hidup dengan mandiri. Dan yang kedua, yaitu mereka menjadikan diri mereka bertipe penumpang, dan inilah generasi anak Bangsa yang sering orang sebut dengan generasi anak mami. Generasi anak mami yang sering mengalami depresi akan beratnya tekanan dari pendidikan itu sendiri merupakan suatu contoh dari kesalahan mendidik murid ditinjau dari sitem. Dimana anak dituntut untuk mendapatkan nilai angka setinggi-tingginya. Berpacu dengan teman-temannya, saling menjegal dan bahkan sering juga menghalalkan segala cara untuk memenagkan kompetisi dalam bentuk nilai angka dalam rapot.
Pernah saya mengalami hal yang demikian. Ketika awal masuk sekolah tingkat pertamaa atau bisa disebut dengan SMP, saya sempat mengalami depresi yang berat. Hal ini dikarenakan kurangnya adaptasi saya terhadap lingkungan, belum lagi terhadap mata pelajaran yang semakin hari bertambah sulit.
Anak-anak sekolah seakan-akan terisolasi dengan lingkungannya tersebut. Generasi anak mami yang dibentuk oleh para tenaga pengajar yang saya rasa untuk menjadi mesin yang layaknya yang siap jual, namun kenyataannya orang tua mengalami kesulitan untuk menemukan pekerjaan atau wirausaha untuk anaknya. Generasi yang dimana telah tertanam pada pemikiran mereka bahwa memperoleh segala sesuatu dengan mudah. Hal ini bisa dibaca bahwa pikiran mereka terhenti dan berlindung terus dibalik kemudahan hidup. Hidup mereka sudah dianggap selesai karena kurang menghargai arti sebuah perjuangan.
Hal ini sangat berbeda jauh ketika pendidikan bermodelkan alam yang berarti 70% adalah praktek dan 30% adalah teorinya, yang pendidikan bermodel alam tersebut sangat berbanding lurus dengan sistem di negara kita. Yang dimana 30% adalah praktek dan 70% adalah teori. Sehingga bukan suatu hal yang menjadi pantangan ketika dimulai sejak masih SD (sekolah dasar) kita sudah dituntut untuk menghafalkan beratus-ratus teori, seperti perkalian serta rumus-rumus matematika atau MTK, tenses pada mata pelajaran muatan lokal seperti bahasa Inggris, dan masih banyak lagi pelajaran-pelajaran yang harus kita hafalkan. Dan hal itu akan berefek pada kejenuhan bagi yang tidak kuat. Bagaimana semestinya guru dan sekolah menjadikan belajar sebagai suatu hal yang menyenangkan, menarik dan menawarkan penglaman menantang. Justru malah menyiksa para peserta pendidik itu sendiri. Karena hidup yang tidak berarti adalah ketika tidak mau menghadapi tantangan sama sekali.
Kalau saya boleh analogikan, mungkin gedung sekolah saya ibaratkan sebuah pabrik yang dimana guru adalah seorang buruh pekerja. Seorang buruh pekerja pasti akan mematuhi perintah dari meneger pabrik yang tak lain menjadi meneger tentunya adalah pemerintah itu sendiri. Sedangakn murid baru adalah barang mentah yang harus mereka olah untuk menjadi barang siap saji seperti montor. Kita tahu bahwa montor terbitan tahun 90-an pasti akan kesulitan untuk laku apabila terjadi sekenario menjual ditahun modern seperti sekarang. Yaaa, pada tahun 2016. Yang notabennya telah melewati berbagai macam produksi jenis dan model montor yang lebih menarik. Sehingga sekenarionya adalah montor pada terbitan tahun 90 tidak akan laku dan akan dihancurkan. Begitu juga dengan seorang murid yang hasil langsungnya masa dulu tidak akan laku dijual pada masa sekarang, dan imbasnya ia harus siap ditindih oleh zaman. Siapa yang disalahkan? meneger, pekerja, atau malah barang mentah itu sendiri?
Kita harus menemukan aspirasi baru untuk menyelesaikan berbagai tantangan dalam pendidikan dari perubahan satu ke perubahan yang lainnya, terutama para tenaga pengajar, sistem pendidikan itu sendiri. Isu-isu sosial yang diuraikan agar mampu menggugah kesadaran akan pentingnya proses pembelajaran demi memperbaiki kualitas bangsa.
Jadi, perubahan social yang dilihat dari aspek kaidah, nilai, perilaku dan pelapisan dalam dunia pendidikan adalah nilai andap ashor yang merupakan efek dari system yaitu guru yang kurang integritas yang mengakibatkan nilai andap ashor seorang murid berkurang dan berfikiran secara konsep yang lebih mementingkan sisi kepraktisan dibandingkan sisi manfaatnya, sehingga hasil langsung dan hasil dalam jangka waktu yang lama dari dunia pendidikan itu akan dipertanyakan.


Selasa, 11 Oktober 2016

PELANGGARAN KAIDAH-KAIDAH SOSIAL






Setiap masyarakat memiliki tatanan, dan tatanan tersebut merupakan tatanan yang dapat ditanamkan disetiap masyarakat yaitu struktur sosial. Sedangakan, struktur sosial sendiri memiliki berbagai macam unsur-unsur yang salah satu unsurnya adalah kaidah-kaidah sosial. Disetiap masyarakat pasti mempunyai aturan, walaupun dalam lingkup kecil seperti di dalam keluarga. Kaidah merupakan aturan, sementara kaidah-kaidah sosial itu sendiri adalah kaidah yang selalu menunjukan perintah atau larangan. Masyarakat pasti memiliki kaidah-kaidah sosial mulai dari lingkup masyarakat desa, lingkup sekolahan, lingkup keluarga (lingkup kecil) dan masih banyak lagi yang merupakan aturannya bisa terbentuk sendiri tanpa ada yang membuatnya yang melihatnya memalui adat kebiasaan, ada juga aturan yang dibuat secara sengaja supaya menjadikan masyarakat yang lebih baik, bahkan ada juga aturan yang timbul di dalam diri kita sendiri tanpa kita sadari. Semua itu sudah tersusun dan jika ada yang melanggarnya akan mendapatkan sanksi baik secara langsung maupun secara tidak langsung, adapun yang melanggarnya mendapatkan sanksi sosial dari masyarakatnya sendiri.
Ada empat kaidah yang menjadi patokan oleh kaidah-kaidah sosial tersebut, yaitu kaidah kesopanan, kaidah kesusilaan, kaidah kepercayaan (kaidah keagamaan), dan kaidah hukum. Masing-masing kaidah tersebut memiliki pengertian yang berbeda serta sanksi yang berbeda pula.
Kaidah kesopanan merupakan aturan yang ditetapkan oleh masyarakat sekitarnya yang bersifat lokal atau terbatas antar lokasi, kaidah kesopanan ini berasal dari masyarakat yang sanksinya tidak resmi dari masyarakat, seperti halnya jika melanggar kaidah kesopanan tersebut akan mendapatkan cemooh, celaan, gunjingan dan sindiran dan masih banyak lagi yang berasal dari masyarakat itu sendiri yang berada di sekitarnya.
Sementara kaidah kesusilaan merupakan suatu aturan yang mengharuskan kita untuk berlaku sesuai hati nurani kita. Maksud dari kesusilaan adalah malu atas diri sendiri, dari setiap manusia Allah SWT melahirkan rasa susila yaitu rasa malu yang menuntut semua orang menjadi baik. Sanksi jika melanggar kaidah kesusilaan ini adalah berasal dari diri sendiri seperti halnya rasa malu, rasa bersalah, rasa kasihan, dan masih banyak lagi. Kemudian kaidah kepercayaan atau bisa disebut dengan kaidah keagamaan, merupakan kaidah atau aturan yang diyakini datang dari sebuah kekuatan ghaib yang diyakini mengatur diri kita serta sumbernya dari kekuatan ghaib tersebut. Kaidah kepercayaan itu lingkupnya lebih luas dibandingkan dengan kaidah keagamaan yang berasal dari kitab-kitab suci dan sanksinya tidak jelas serta tidak konkrit atau tidak ada yang tahu dan sanksinya yaitu ancaman dosa. Akan tetapi makna dari kaidah kepercayaan dan kaidah keagamaan pada intinya sama. Dapat diketahui, di dalam kaidah kepercayaan atau kaidah keagamaan itu terdapat dua konsep meliputi, konsep islam kekuatan ghaibnya berasal dario Allah SWT (Tuhan), dan yang kedua adalah konsep non islam kekuatan ghaibnya berasal dari bisikan roh halus.
Kemudian, kaidah-kaidah sosial yang terakhir adalah kaidah hukum. Kaidah hukum merupakan kaidah atau aturan yang berasal dari penguasa dan diberikan secara resmi yang merupakan sumber aturan tertulis, jika melanggarnya maka akan diberikan sanksi oleh si penguasanya. Maksud dari kaidah hukum ini adalah selain kewajiban, dia juga memberikan hak. Jadi, dapat  disimpulkan bahwa kaidah kesopanan, kaidah kesusilaan dan kaidah kepercayaan atau kaidah keagamaan tersebut memiliki daya kerja yang hanya membebani kewajibannya saja. Suka tidak suka, mau tidak mau harus dilakukan sesuai kaidahnya. Sementara kaidah hukum sendiri, selain kewajiban juga memberikan hak.
Di suatu lingkup sekolah juga memiliki beberapa aturan yang harus dipatuhi, seperti halnya pada lingkup sekolah yang berada di area pondok yang pada umumnya semua santri dilarang keras membawa alat elektronik seperti hp dan otomatis aturan sekolahan yang berdiri atas nama pondok tersebut juga memakai aturan tersebut yang tidak diperbolehkan membawa alat elektronik yaitu hp pada waktu sekolah dan kegiatan lainnya yang berada di sekolahan tersebut maupun di pondok. Ada aturan lain yang terdapat di lingkup sekolah yang berada di area pondok tersebut, seperti larangan untuk berpacaran, ketemuan dengan lawan jenis, keluar dari lingkup sekolah atau pondok tanpa izin, membawa alat elektronik dan masih banyak lagi. Setiap aturan tersebut mempunyai sanksi tersendiri, seperti larangan berpacaran akan mendapatkan sanksi yaitu dimandikan dengan air peceren dan yang cowok di gundul dan di jemur di bawah terik matahari selama beberapa jam yang telah ditentukan. Sanksi seperti itulah merupakan sanksi yang berasal dari msyarakat yang ada di sekitarnya tersebut yaitu berasal dari masyarakat pondok dan sekolahan. Karena, berpacaran di dalam lingkup pondok merupakan perbuatan yang tidak sopan, perbuatan yang dilarang keras bagi santri pondok yang masih berstatus menjadi siswa sekolah.
Pengalaman saya melanggar kaidah sosial, ketika saya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau tepatnya di Madrasah Tsanawiyah (MTs) yang pada saat itu saya sekolah yang berada di lingkup pondok. Saya merupakan santri di pondok tersebut dan bersekolah di sana, ketika saya pulang ke rumah yang pada saat itu pondok lagi libur akan tetapi tetap masuk sekolah karena di sekolah mengadakan acara class meeting yaitu acara setiap selesai ujian akhir semester. Kemudian saya mengikuti class meeting di sekolah dan saya membawa camera kecil yang tujuan saya untuk mengambil foto momen-momen pada saat  acara class meeting tersebut. Pada saat saya beristirahat di kantin, kamera tersebut di bawa oleh temen pondok saya untuk berfoto ria dengan teman-temannya di sekolah tersebut. Kemudian ada guru yang memergoki teman saya membawa kamera yang sedang berfoto-foto tersebut, lalu kamera tersebut disita oleh guru tersebut. Teman saya pun menemui saya dan mengatakan bahwa kamera saya di sita oleh salah satu guru di sekolah tersebut. Saya dan teman saya yang pinjam kamera saya itu pun mendapat panggilan dari guru untuk pergi ke kantor sekolah yang selanjutnya akan diproses atau bahasa tenarnya pada saat itu adalah akan disidang. Karena aturan yang sudah berlaku di sekolah maupun di pondok tersebut adalah tidak boleh membawa alat elektronik apapun, akhirnya saya mendapatkan sanksi atas pelanggaran aturan tersebut. Dan ternyata di dalam kamera terdapat foto teman saya yang meminjam kamera tersebut dengan seorang siswa cowok yang berada satu sekolah di sekolah, yang akhirnya teman saya juga mendapatkan sanksi atas peraturan yang dilanggarnya yaitu ketemuan dengan seorang cowok. Jadi, pelanggaran yang telah dilanggar meliputi pelanggaran membawa alat elektronik yang berupa kamera di lingkup sekolahan yang berada di area pondok meskipun sekolah libur dan sekolah mengadakan kegiatan non pendidikan yaitu class meeting, akan tetapi aturan masih tetap berlaku. Dan pelanggaran ketemuan dengan lawan jenis yang dilihat dari bukti foto yang berada di dalam kamera tersebut. Sanksinya adalah yang membawa alat elektronik yang berupa kamera tersebut yaitu saya, itu mendapat sanksi menulis surat yasin sebanyak sepuluh kali. Kemudian, untuk mengambil kamera saya yang masih ditahan di dalam kantor tersebut, saya harus meminta surat keterangan untuk mengambil kamera itu atas nama orang tua saya. Dan teman saya yang meminjam kamera saya dan berfoto dengan lawan jenis itu akan diproses lebih lanjut yang kemudian si cowok yang berfoto dengannya itu juga akan mendapatkan sanksi juga.



Alasan kenapa tidak boleh membawa alat elektronik itu adalah karena takut mengganggu kegiatan sekolah dan pondok serta juga takut disalah gunakan yang kemudian terlihat tidak sopan jika melanggar aturan tersebut, dan dapat dilihat dari sudah tahu aturan tersebut masih tetap berlaku tapi kenapa masih saja dilanggar padahal aturan tersebut jelas jelas sudah tertera yang kemudian bagi orang yang melanggarnya akan mendapatkan sindiran atau teguran dari pihak atau masyarakat yang membuat aturan tersebut. Sama halnya dengan aturan larangan bertemu atau ketemuan dengan lawan jenis atau bisa disebut dengan pacaran, yang memiliki alasan bahwa di pondok tidak diperbolehkan pacaran karena para santri di pondok tersebut masih belum cukup umur dan takut terjadi hal yang tidak di inginkan, dan pihak pondok serta pihak sekolah sendiri juga sudah membuat aturan larangan berpacaran tersebut.
Dapat dilihat dari pelanggaran kaidah sosial yang saya alami itu merupakan pelanggaran kaidah kesopanan. Dimana aturan-aturannya itu berasal dari masyarakat yang berada di sekitarnya yang bersifat lokal dan sanksinya itu tidak resmi. Memang di setiap lingkungan itu memiliki aturan-aturan  dan sanksi yang berbeda-beda. Baik aturan yang tertulis maupun aturan yang tidak tertulis, baik sanksi yang secara langsung maupun sanksi secara tidak langsung. Itu semua bertujuan untuk menjadikan masyarakat yang lebih baik dan tidak melanggar aturan-aturan tersebut.