Rabu, 07 Desember 2016

MASYARAKAT SOSIAL



Kebutuhan setiap masyarakat itu berbeda-beda, masyarakat merupakan makhluk sosial yang saling ketergantungan dan saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Meskipun berbeda, sumber kebutuhan pokok makhluk sosial itu dapat dikelompokkan menjadi kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Tidak dipungkiri di dalam masyarakat terdapat aksi tolong menolong, kerja bakti, bermusyawarah dan masih banyak lagi. Di lingkungan masyarakat baik di kota maupun di desa cenderung berbeda dalam gaya hidupnya. Di kota memang daerah metropolitan yang banyak polusi, bising dan lain sebagainya, akan tetapi masyarakat yang hidup di kota cenderung tenang, dan lebih individu. Dengan kata lain, orang yang hidup di kota cenderung cuek dan sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, bahkan berbicara ataupun ngobrol dengan tetangga itu hanya seperlunya saja, di luar itu mereka tetap fokus terhadap pekerjaannya. Sementara masyarakat yang hidup di desa yang suasananya sunyi serta udara yang segar, memiliki kebersamaan masyarakatnya lebih kental daripada masyarakat yang berada di kota. Rata-rata lingkungan desa masyarakatnya ramah-ramah-ramah serta saling peduli terhadap satu sama lain, dengan kata lain bahwa rasa peduli terhadap satu sama lain itu dijunjung tinggu.

Menurut Emile Durkheim, setiap masyarakat selalu sama mempunyai perasaan. Hukum adalah solidaritas manusia yang disetiap ada aturan selalu terdapat solidaritas yang terkandung. Solidaritas merupakan kepedulian yang didorong oleh perasaan. Terdapat bentuk solidaritas yabg berbeda, solidaritas terbagi menjadi dua, solidaritas paguyuban dan solidaritas patembayan. Masyarakat yang hidup di pedesaan merupakan masyarakat paguyuban, sementara masyarakat yang hidup di kota itu merupakan masyarakat patembayan. Dengan jelas, masyarakat di desa termasuk kelompok paguyuban karena masyarakat tersebut memiliki hubungan antara satu sama lain yang dekat serta latar belakangnya sama (homogen). Kelompok paguyuban ini termasuk represif yaitu memiliki perasaan yang jika salah satu dari warganya disakiti atau melakukan tindakan melanggar hukum, secara spontan mereka juga akan merasa tersakiti dan balas dendam. Seperti halnya kasus ketua DPRD yang berselingkuh atau melakukan perbuatan yang memalukan (mesum) dengan istri sopirnya di rumah si perempuan tersebut yang kemudian masyarakat tahu dan menggerebek mereka berdua yang sedang melakukan mesum di kamar lalu kedua pelaku tersebut diarak dibawa ke kantor Wali Nagari Muaro. Para masyarakat sangatlah terusik dengan kejadian tersebut, karena sebelum kepergok ketua DPRD yang berinisial MR dengan wanita atau istri dari sopirnya MR itu yang berinisial DY memang kerap berduaan ketika suami DY sedang tidak ada dirumah kerja di luar kota. Semakin hari masyarakat semakin curiga terhadap hubungan antara MR dengan DY tersebut. Maka, pada saat MR berjalab ke arah rumahnya DY, masyarakat membuntutinya dan alhasil ternyata mereka berdua bebuat asusila yang membuat masyarakat menjadi semakin marah atas tindakan wakil rakyat tersebut yang tidak senonoh. Dan melakukannya di daerah atau lingkuo desa tersebut. Sungguh memalukan. Dan ketika itulah masyarakat hampir menghakimi para pelaku asusila tersebut dan membawanya ke kantor desa untuk dikenakan sanksi menurut adat sekitarnya. Hukuman adat yang terjerat bagi mereka bedua setelah persidangan adat dilakukan di kantor desa dengan tokoh-tokoh masyarakat yang berperan di sana adalah dengan membayar 100 sak semen serta keluar dari lingkup desa setempat, serta MR pun diberhentikan darI DPRD. Sesuai dengan aturan desa adat di sekitarnya dan aturan hukum lainnya yang dapat menegakkan hukum secara tegas dan tepat. Penegakan hukum tersebut menjadikan hukum berlaku bagi masyarakat. Dengan berpesan serta para aparat penegak hukum adat dapat memperlancar penegakan hukum diterapkan. Di sini, aparat penegak hukum tidaklah seperti polisi, advokat, jaksa dan lain sebagainya, akan tetapi aparat penegak hukum di sini adalah orang-orang yang mengerti tentang aturan hukum adat sekitar yang memiliki kedudukan lebih tinggi daripada masyarakat lainnya seperti ketua desa (lurah) dan pengurus desa lainnya. Supaya penegakan hukum dapat berjalan dengan lancar, memerlukan fasilitas hukum yang di sini ruang persidangan merupakan fasilitas penegakan hukum yaitu di kantor Wali Nagari Mauro.

Kasus seperti ini yang membuat sorotan masyarakat setempat dan memuncaknya emosi para masyarakat terhadap kasus itu merupakan contoh sikap represif masyarakat paguyuban. Yang langsung bertindak tegas dengan sendirinya dengan adanya masalah yang mengganggu ketentraman desa. Mereka yang merasa marah, geram terhadap perilaku warganya sendiri yang tidak senonoh. Solidaritas paguyuban terlihat sangat nampak terhadap masyarakat desa akan kepeduliannya mereka terhadap masalah yang menganggu atau bahkan mencemarkan nama baik desa dan membuat malu warga setempat. Masyarakat paguyuban memiliki tindakan yang sangat antusias terhadap segala macam masalah yang terjadi di sekitar atau di lingkungan pedesaannya. Dan terkadang masyarakat desa itu masih menerapkan hukum adat yang masih berpedoman terhadap makhlus halus, kepercayaan terhadap kekuatan roh halus. Dan cara menegakan hukumnya melalui roh hakus tersebut tanpa adanya aturan yang tertulis yang berpatok pada undang-undang, seperti inilah dinamakan masyarakat desa primitif. Masih percaya dan berpedoman terhadap kekuatan ghaib. Biasanya, dengan berkembangnya zaman dan dengan meningkatnya kehidupan perekonomian, pengetahuan masyarakat yang sangat pesat ini, penduduk desa yang masih termasuk penduduk primitif, tetap berpegang teguh dengan kepercayaan akan kekuatan ghaib ini meskipun berkembangnya zaman, hal ini menjadikan golongan mereka terpinggirkan dan menjadi kaum minoritas. Masyarakat desa yang memiliki solidaritas paguyuban, sebagian kecil atau masih ada golongan-golongan primitif.

Menurut max weber, masyarakat primitif itu memiliki tingkat rasionalis paling rendah dan akalnya tidak digunakan semaksimal mungkin dan hanya percaya dengan kekuatan roh hakus saja, masyarakat ini berbeda dengan masyarakat modern yang mengikuti zaman yang berpedoman dengan peraturan hukum yang dibuat secara modern oleh lembaga-lembaga yang berwenang. Kebanyakan warga desa terpencil yang terpinggirkan itu masih menggunakan aturan yang berasal dari makhluk halus serta kepercayaan tersebut tidak bisa diganggu gugat. Dan membuat mereka menjadi kelompok termaginalkan oleh kelompok modern saat ini.

Berbeda dengan kelompok patembayan yang lebih mandiri, hubungan antara satu dengan yang lain tidak intensif serta prestitutif yaitu pemulihan keadaan sebagaimana semula. Seperti contohnya ketika terdapat kasus perampokan di rumah tetangga, mereka tidak menggerebek perampok tersebut dan menghakiminya sendiri, cukup dengan menelfon polisi supaya kasus tersebut dapat diurus oleh polisi. Dengan kata lain, masyarakat atau kelompok patembayan tidak mau repot dengan keadaan di sekitarnya dan tidak memperpanjang keadaan yang rumit yang kemudian mengembalikan suasana seperti semula setelah terdapat masalah di sekitarnya.

Berbicara masalah kaum termaginalkan, masyarakat yang hidup di kota yang memiliki solidaritas patembayan mayoritas ekonominya lebih tinggi daripada masyarakat yang hidup di desa yang memiliki solidaritas paguyuban. Dan itu menjadikan masyarakat desa termaginalkan oleh masyarakat kota. Di sini dapat dilihat dari teori karl mark yang membedakan antara kaum miskin dengan kaum kaya. Kaum borjuis merupakan kaum kaya yang memiliki uang, modal, indurtri, membeli manusia dan membayar buruh atau pekerja. Dan kaum proletar merupakan kaum yang tidak memiliki uang, bekerja di industi (sebagai buruh) dan hanya mengandalkan tenaganya.

Orang miskin atau kaum proletar ini sering dipandang sebelah mata oleh kaum borjuis. Karena kaum borjuis memiliki kekuasaan yang lebih besar daripada kaum proletar, maka kaum borjuis mendapatkan banyak hak-haknya dan itu dapat menindas kaum proletar yang memiliki sedikit kekuasaan. Masalah seperti inI menjadikan banyak kasus hukum atau aturan yang bertujuan untuk melenggakan kekuasaan kaum borjuis saja, seperti pemerintah yang memikiki kekuasaab lebih besar daripada rakyatnya dan bermain dengan pemilik uang yang melahirkan hukun yang menindas kaum ploretar yang menjadikan aturan, keputusan yang menguntungkan kaum pemilik uang (borjuis).




https://m.detik.com/news/berita/d-3349865/begini-suasana-sidang-adat-ketua-dprd-sijunjung-yang-mesum-bareng-istri-sopir
http://riaupos.co/134336-berita-memalukan-ketua-dprd-sijunjung-dihukum-adat-karena-mesum.html#.WEibQ-kxXqA

KELOMPOK MARGINAL


Di Indonesia terdapat banyak masyarakat sosial yang berbeda-beda, dalam arti berbeda sifat, sikap, bentuk atau fisik dan masih banyak lagi. Akan tetapi perbedaan tersebut tidak menjadi penghalang bagi masyarakat untuk bersosialisasi sesuai keinginannya dengan baik dan tetap berpegang teguh dengan aturan-aturan yang berlaku. Manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan yang memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Biasanya di dalam lingkup sosial terkecil yaitu keluarga itu terdiri dari suami, istri dan anak dan suamilah yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi karena ia merupakan kepala keluarga kemudian istri harus menuruti sang suaminya. Suami adalah sumber nafkah untuk keluarga karena suami yang berrugas untuk bekerja untuk mencari nafkah kekuarganya, dan istri hanya bekerja di dalam rumah saja mengerjakan pekerjaan rumah tanggah seperti mencuci, memasak, mengurus anak dan lain sebagainya. Menurut saya, peristiwa seperti itu di dalam lingkup keluarga kenapa perempuan atau istri menjadi tingkatan nomer dua sesudah suami? Padahal pekerjaan istri yang dilakukannya lebih banyak daripada suami. Ini merupakan posisi yang tidak adil. Dan kita lihat pada peluang kerja di kota-kota, mayoritas peluang kerja banyak dipeluangkan untuk laki-laki saja, padahal mayoritas perempuan lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan laki-laki. Akan tetapi, mengapa peluang berkarir wanita lebih susah atau lebih sempit daripada laki-laki? Hal ini menyatakan bahwa perempuan termaginalkan. Terdapat ketidakadilan dan tersisihkan bagi para kaum perempuan dan lebih menjunjung tinggi pada kaum laki-laki daripada kaum perempuan. Mengapa demikian?

Padahal di negara kita, negara Indonesia memiliki asas yang menganggap semua orang sama, semua orang dianggap sama oleh hukum atau aturan baik laki-laki ataupun perempuan. Namun, dengan lebih banyaknya kuasa para kaum laki-laki dibandingkan dengan kaum perempuan ini disalahgunakan oleh publik yang bisa disebut dengan biasgender. yaitu keliru dalam menilai atau menyamaratakan yang seolah-olah sama rata akan tetapi nyatanya tidak disamaratakan. Menganggap semua orang itu disamaratakan sama yang padahal tidak. Kesempatan seperti inilah dapat melenggakan kekuasaan kaum laki-laki karena laki-laki memiliki peluang luas dibanding perempuan. Ini merupakan memarginalkan seorang perempuan dan ini sudah sangat maraknya perempuan termajinalkan.

Bukan hanya perempuan saja yang termaginalkan, akan tetapi masih banyak lagi kaum-kaum yang termaginalkan seperti orang yang cacat, orang miskin, kaum minoritas dan masih banyak lagi.
Orang yang menyandang kecacatan atau biasa disebut dengan disable itu merupakan kaum yang termaginalkan. Mereka dipandang sebelah mata dengan orang-orang yang lebih sempurna daripadanya. Sebenarnya, kesempurnaan itu hanyalah milik Allah SWT semata, kita sebagai ciptaanNYA harus mensyukuri apapun yang telah diberikanNYA kepada kita. Dan setiap manusia itu diciptakan berbeda-beda yang mana pasti ada Kekurangngan dan kelebihan. Kaum disable atau penyandang cacat memang memiliki kekurangan yaitu hilangnya fungsi salah satu organ mereka yang menjadikan sedikit berbeda dengan orang lain. Akan tetapi, kemampuan mereka lebih tinggi atau semangat mereka lebih tinggi daripada orang lain yang memiliki fisik yang lengkap. Dan kurangnya kedasaran masyarakat terhadap kaum penyandang cacat atau disable menjadikan kaum ini termaginalkan yang merasa tersisihkan dari masyarakat lainnya. Lebih jelasnya lagi kaum disable tersebut memang kaum termaginalkan dengan menyendirikan Sekikah Luar Biasa (SLB) yang khusus sekikah untuk kaum disable. Ini jelas-jelas meminggirkan kaum disable yang efeknya mereka tidak dapat bersosialisasi dengan bebas dengan msyarakat yang berbeda dengannya yang memiliki fisik yang lebih baik dibandingkannya, seperti ini menjadikan penghalang kaum disable untuk berkembang, berkontribusi dengan masyarakat lainnya.

Ekonomi itu tidak selalu lancar di dalam kehidupan, sama halnya pada masyarakat yang memiliki tingkatan yaitu masyarakat kalangan atas dan masyarakat kalangan bawah. Di sini, yang menjadi kaum termaginalkan yaitu masyarakat kalangan bawah atau bisa diaebut dengan orang miskin. Orang miskin menjadi salah satu kaum marginal, kenapa demikian?

Dengan ekonomi yang berkecukupan bahwa kekurangan, masyarakat miskin ini serinh terpinggirkan oleh masyarakat kaya. Orang kaya kedudukannya lebih tinggi dan lebih berkuasa dibandingkan dengan orang miskin. Yang sebelumnya setiap orang memiliki hak, haknya menjadi berkurang karena berbeda derajat antara orang kaya yang lebih berkuasa dengan orang miskin yang tidak dapat berkuasa. Dan ini bisa menjalar kepada anak-anak yang memiliki katar belakang keluarga tidak mampu, tidak dapat melanjutkan sekolah dikarenakan biayanya tidak ada. Akan tetapi pada saat sekarang terdapat beasiswa bagi orang tidak mampu atau bantuan biaya sekolah bagi yang kurang mampu, agar anak-anak yang memiliki wajib sekolah 9thn dapat bersekolah layaknya anak-anak lainnya yang mampu. Namun demikian, di lingkup sekolah anak-anak yang tidak mampu itu termaginalkan atau tersisihkan oleh anak-anak sekolah lainnya yang lebih mampu darinya. Hal yang seperti ini membuat perasaan yang pesimis yang dimiliki oleh anak-anak yang kurang mampu tersebut karena merasa tersisihkan atau terpinggirkan oleh teman-temannya lainnya.

Negara kita memiliki berbagai macam agama dan mayoritas beragama Islam, agama Islam memiliki berbagai macam aliran yaitu aliran terbesar Nahdlatul ulama dan Muhammadiyah. Adapun aliran Ahmadiyah, aliran ini merupakan kaum minoritas karena aliran ini dinyatakan aliran yang sesat dan harus dibubarkan. Kaum minoritas adalah kelompok yang populasinya lebih rendah dibandingkan dengan mayoritasnyanya yang biasa disebut dengan kelompok marginal atau terpinggirkan. Kaum minoritas ini memiliki kelompok yang sedikit yang temaginalkan oleh lingkungan sekitarnya. Seperti halnya pada kaum waria, yang memiliki jiwa yang ganda (jiwa laki-laki dan jiwa perempuan) dan akhirnya menjadi waria (bencong). Tanpa kita sadari, kaum ini memiliki kebimbangan perasaan yang berkelamin laki-laki tapi berjiwa perempuan tanpa ada rencana atau keinginan yang dibuat buat oleh mereka, kemudian dipandang sebelah mata dan termaginalkan atau terminoritaskan oleh masyarakat lainnya yang berada di sekitarnya.

Pemerintah seharusnya bertindak secara teliti mengenai kaum-kaum atau kelompok marginal tersebut. Kurangnya perhatian masyarakat terhadap kelompok marginal yang menyebabkan kelompok-kelompok tersebut akan semakin sulit untuk bersosialisasi dengan masyarakat lainnya. Menunggu kebijakan pemerintah untuk dapat membimbing, mengawasi, melindungi kaum-kaum marginal tersebut supaya hak-hak mereka dapat terpenuhi secara baik dan tidak menjadi kaum marginal lagi yang bisa berbaur dengan masyarakat lainnya.

Minggu, 20 November 2016

KEPATUHAN HUKUM TERHADAP HUKUM





Kali ini saya akan membuat artikel mengenai kepatuhan hukum. Indonesia adalah Negara hukum, jadi otomatis semua kehidupan masyarakat Indonesia diatur oleh hukum. Seperti halnya di kampus IAIN Tulungagung, aturan untuk memakai baju yang sopan saat kuliah. Termasuk mahasiswi yang wajib mengenakan kerudung dan berpakaian tertutup. Terkadang, setiap dosen memiliki aturan tersendiri untuk dapat mengikuti kelasnya. Saya dari semester satu sampai semester tiga ada berbagai macam peraturan yang berbeda-beda setiap dosen. Ada yang boleh memakai celana untuk cewek saat perkuliahan dimulai, ada juga yang tidak memperbolehkan memakai celana dan harus memakai rok. Masalah tepat waktu tidaknya masuk perkuliahan setiap dosen juga berbeda, ada yang memberi toleransi telat maksimal 10-15 menit, ada juga yang tidak memberikan toleransi waktu yaitu harus tepat waktu. Peraturan-peraturan tersebut harus dilakukan, jika tidak  maka akan mendapat sanksi yang sudah disepakati sebelumnya. Kejadian seperti itu bagi mahasiswa termasuk saya merupakan kepatuhan hukum yang dikarenakan takut kena sanksi. Secara otomatis mematuhi aturan tersebut karena takut terkena sanksi. Pada saat saya di pondok, ada peraturan pondok yang tidak memperbolehkan keluar tanpa izin alias kabur dalam segi apapun dan dalam alasan atau keperluan apapun, kalau tidak boleh keluar tanpa izin ya harus dipatuhi. Kalaupun keluar dengan izin, itu pun ada batas waktu untuk keluar, itu yang membuat saya malas untuk izin kepada kamtib (keamanan ketertiban) di pondok kalau mau keluar.
Dan tahap-tahap jika mau keluar pondok contohnya keluar pergi ke pasar, jalan-jalan, asa urusan di luar pondok dan lain sebagainya, sebelumnya kita harus memiliki buku izin pondok yang pada saat itu bukunya berwarna merah muda, kita minta izin kepada bu nyai yang jika dibolehkan untuk keluar oleh bu nyai tersebut maka buku izin yang berwarna merah muda tersebut ada mendapat stempet atau tanda tangan bu nyai sebagai bukti perizinan tersebut. Lalu, kita pergi ke kamtib (keamanan ketertiban) untuk menunjukan buku izi berwarna merah muda tersebut dan menunjukan tanda tangan persetujuan bu nyai. Kemudian, kamtib memberikan stempel pondok pertanda bahwa boleh keluar podok dengan batas waktu tertentu, biasanya kalau saya keluar itu diberikan waktu dua jam saja. Sebelum diberi izin keluar pondok, oleh kamtib masih ditanya-tanya mau pergi kemana, urusan apa, mau ngapain, beli apa, dan masih banyak lagi. Jujur saja, saya pernah keluar tanpa izin di pondok, karena menurut saya kalau izin keluar pondok sebelumnya harus izin sana sini yang menurut saya itu sangat ribet. Saat itu saya diajak temen saya yang rumahnya sekitar pondok, sekolah di pondok tapi tidak mondok untuk mengembalikan songket yang habis dipakai untuk acara pentas seni tari di sekolahan. Tanpa izin sana sini yang ribet sekali, saya langsung berangkat sama teman saya yang tempatnya berada di luar pondok. Saya melalui jalan tikus yang tidak ada kamtib yang menjaganya. Namun, pada saat pulang mengembalikan songket tersebut, ada salah satu kamtib melewati jalan yang sama dengan kita lewati dan berpapasan dengan kamtib tersebut. Kita dihadang sama kamtib dan kamtib mengetahui bahwa saya merupakan salah satu santri di pondok tersebut, lalu saya dan teman saya dibawa ke kantor kamtib dan di introgasi oleh kepala kamtib kemudian di masukan ke data data bahwa saya melanggar peraturan pondok yang kemudian dikenakan sanksi serta teman saya hanya mendapat teguran saja karena dia bukan santri yang mondok di sana. Saya mendapat sanksi yaitu denda semen lalu di asrama dimarahin oleh pengurus pondok termasuk bu nyai serta di hukum menulis surat-surat Al-Qur’an dan disuruh mengaji di depan bu nyai sampai selesai dari juz 1-30 sehari. Setelah itu, saya tidak mengulangi keluar pondok tanpa izin lagi karena saya merasa kapok akan sanksi sanksi yang telah saya alami pada saat itu. Untuk menghindari sanksi pondok, jika mau keluar saya izin kepada pengurus pondok. Seperti itulah sekilas pengalaman saya mengenai kepatuhan hukum karena takut sanksi.
            Kepatuhan hukum terhadap hukum yang salah satunya adalah orang yang mematuhi hukum dengan keyakinan (berdasarkan keyakinannya), biasanya kepatuhan ini berkaitan antara agama dengan hukum yang berdasarkan keyakinan masing-masing. Di pondok dulu juga banyak perbedaan pendapat atau keyakinan termasuk antara saya dengan teman saya. Teman saya rumahnya tegal, sekamar dengan saya. Dia seorang yang sangat religious, rajin beribadah, tirakat dan hobinya bersholawatan. Selama saya sekolah bareng sama dia sampai sekarang dia kuliah di purwokerto, dia tidak berpacaran. Dia menganggap bahwa pacaran itu diharamkan oleh agama Islam, memang benar sih. Di dalam agama Islam berpengangan lawan jenis saja tidak boleh, bersentuhan walaupun tidak sengaja bagi orang yang mempunyai wudlu saja wudlunya batal dan harus berwudlu lagi, berjabatan tangan dengan lawan jenis itu juga membatalkan wudlu, apalagi melakukan perbuatan pacaran dengan lawan jenis. Jelas itu tidak diperbolehkan oleh agama Islam, karena itu termasuk maksiat. Yang diperbolehkan oleh agama Islam adalah ta’aruf, bukan pacaran. Mungkin pacaran banyak segir negatifnya makanya tidak diperbolehkan oleh agama Islam. Meskipun begitu, banyak orang yang beragama Islam tetap saja berpacaran dengan lawan jenis termasuk saya. Memang tidak dipungkiri, seorang yang sudah beranjak dewasa memiliki perasaan senang terhadap lawan jenis itu wajar apalagi menjalin hubungan berpacaran dengan lawan jenis. Termasuk saya, saya juga berpacaran dengan lawan jenis. Beda dengan teman saya yang dari tegal itu tidak mau berpacaran. Itu sekilas kepatuhan hukum terhadap hukum yaitu orang yang mematuhi hukum sesuai dengan keyakinannya.
            Pernah pada saat saya pergi ke kota, terdapat di pinggir-pinggir jalan rambu-rambu lalu lintas seperti sebuah tulisan atau gambar yang diartikan tidak boleh parker di tempat tersebut, tidak boleh berhenti di tempat tersebut. Dan ada juga peringatan untuk berjalan kurang dari 40km, seperti itu otomatis saya langsung mematuhinya untuk tidak parker di tempat yang ada rambu-rambunya, untuk tidak berhenti di tempat yang rambu-rambunya seperti itu karena hukum sudah berlaku dan hukumnya memang seperti itu. Adapun pengalaman yang sehari-hari saya alami yaitu menyebrang di depan kampus IAIN Tulungagung, di jalan depan kampus selalu ada para satpam yang tugasnya untuk membantu para mahasiswa untuk lebih mudah menyebrangi jalan dengan selamat. Untuk mengatur keramaian jalan, para petugas satpam membawa alat yang di situ ada tulisan “stop”. Di saat tanda itu di hadapkan oleh para pengemudi di jalan tersebut tanpa petugas satpam berkata, secara otomatis para pengemudi berhenti serentak. Kemudian kita para mahasiswa bisa menyrabang jalan dengan selamat. Lalu, ketika tanda itu di angkat, para pengemudi jalan tersebut secara otomatis berjalan melanjutkan perjalanannya lagi. Seperti itulah kepatuhan hukum secara otomatis dipatuhi karena sudah jelas, itu merupakan orang yang patuh dengan hukum dan mematuhinya yaitu rambu-rambu lalu lintas yang sudah ada dan tersedia di setiap jalan. Dan peraturan tersebut atau hukum tersebut sudah berlaku.
           

Senin, 31 Oktober 2016

LARANGAN MENCONTEK



Mencontek merupakan perbuatan yang tidak baik, tapi banyak orang yang melakukannya. Bahkan sudah menjadi kebiasaan atau budaya bagi mereka. Di suatu kampus memiliki ribuan mahasiswa yang mana pasti ada pelaku yang tidak pernah mencontek dan pelaku mencontek.




A.    Pelaku tidak pernah mencontek
Yang menyebabkan mereka tidak mencontek karena mereka belajar saat sebelum ujian berlangsung dan menguasai materi yang diajarkan, serta mereka merasa sangat puas dengan hasil ujiannya karena merupakan hasil mengerjakan sendiri tanpa mencontek. Jika tidak sempat belajar ataukah tidak bisa menjawab soal ujian, maka mereka menjawabnya sebisa mungkin atau pakai nalar (mengarang). Kata salah satu mahasiswa semester lima jurusan perbankan syariah “buat apa mencontek kalau mengarang lebih asyik”. Perasaan mereka terhadap pengawas atau dosen yang membiarkan tindak pencontekan berlangsung biasa saja, karena Dosen mempunyai penilaian sendiri terhadap mahasiswanya dan itu merupakan kebijakan dosen. Tapi, sedikit disayangkan bagi pengurus atau dosen yang membiarkan pencontekan berlangsung yang membuat mahasiswa jadi meremehkannya. Ada juga salah satu mahasiswa semester tiga jurusan PGMI yang tidak terima terhadap tindakan pengawas atau dosen tersebut, karena dia sudah susah payah belajar yang kemudian teman lainnya melakukan aksi pencontekan dan dibiarkan begitu saja oleh pengawas atau dosen tersebut. Dan Menurut mereka sanksi yang tepat bagi pencontek yaitu di disqualification dari ujian atau dengan mengurangi nilai. Jika berbicara tentang menghilangkan pencontekan itu sangat sulit, karena sudah menjadi budaya atau kebiasaan yang sejak menjadi pelajar mereka sudah terbiasa mencontek dan dosen atau pengawas killer pun tidak menjamin tidak ada aksi pencontekan karena mereka atau para pencontek itu hanya mencari nilai bukan ilmu dan kejujuran yang diutamakan. Jika mahasiswa percaya akan adanya Tuhan, pasti mereka sadar akan perbuatan mencontek itu tidak baik. Lagi-lagi sangatlah sulit menghilangkan budaya mencontek apalagi mereka lebih memprioritaskan nilai daripada amal kebaikan (kejujuran). Menurut salah satu narasumber semester lima jurusan perbankan syariah itu mengatakan bahwa sanksi yang pantas atau yang tepat bagi pencontek adalah memberi makan kepada fakir miskin satu bungkus, mengapa seperti itu? Karena, menurutnya orang yang mencontek biasanya tidak telalu tau tentang agama dan mereka memiliki pahala yang sedikit karena terlalu banyak berbuat yang tidak baik yaitu mencontek, maka dari itu dengan cara seperti itulah mereka supaya kapok dan di sisi lain juga bermanfaat.
Cara yang perlu ditempuh agar tidak ada mahasiswa yang mencontek disetiap narasumber yang saya wawancarai kali ini mempunyai pendapat yang berbeda-beda. Dimulai dengan narasumber yang pertama yaitu mahasiswa semester tiga jurusan perbankan syariah yang mengatakan bahwa agar aturan larangan mencontek efektif disemua mata ujian dengan diadakan ujian lisan atau presentasi individu, serta fasilitas yang dibutuhkan agar mahasiswa berhenti mencontek mungkin dengan adanya CCTV mereka akan takut untuk mencontek. Narasumber yang kedua dari mahasiswa semester tiga jurusan PGMI yang menurutnya cara yang perlu ditempuh agar tidak ada mahasiswa yang mencontek saat ujian yaitu bahan yang diujikan menarik dan tidak membosankan, mahasiswa harus lebih percaya diri kalau dia bisa serta belajar tidak memakai sistem kebut semalam (SKS) dan berdoa. Dan perlu adanya dosen atau pengawas yang killer agar pencontekan tidak berlangsung, jika ada ancaman dari dosen bagi si pencontek mungkin tidak terlalu berpengaruh. Mungkin dengan adanya kesadaran dari diri sendiri bagaimana agar tidak mencontek pada saat ujian berlangsung yang diperlukan tindakan khusus seperti metode ujian yang diganti atau dengan menbagi-bagi beberapa kloter agar minimnya terjadi kecurangan. Serta fasilitas yang dibutuhkan agar mahasiswa berhenti mencontek dengan membeda-bedakan soal dari satu orang ke orang yang lain. Yang terakhir dari narasumber semester lima jurusan perbankan syariah, bahwa cara yang perlu ditempuh agar tidak ada mahasiswa yang mencontek saat ujian yaitu dengan adanya open book, itu tidak akan terjadi aksi mencontek dan jika mencontek punya temannya maka sanksinya adalah dengan di skors yang hukumannya seberat-beratnya. Contohnya membuat surat pernyataan kepada dosen pembimbing seperti minta tanda tangan. Kemudian, supaya aturan dilarangnya mencontek efektif disemua mata kuliah, sebelum ujian berlangsung dibacakan lagi aturan-aturannya itu dan menurutnya para mahasiswa tidak perlu fasilitas tetapi mereka perlu motifasi seperti motifasi pencerahan supaya berhenti menyontek itu sudah cukup.
Jadi, sah sah saja semua orang, semua mahasiswa berpendapat apapun mengenai aksi pencontekan pada saat ujian berlangsung. Memang sebenarnya budaya mencontek seperti itu tidaklah baik dan jika perbuatan tersebut diteruskan akan menjadi kebiasaan dan ketergantungan dengan mencontek. Bagaimana cara menghilangkan budaya mencontek tersebut? Tetap kembali kepada diri sendiri, kesadaran sendiri, kalau menyadari bahwa mencontek itu perbuatan yang tidak baik dan merugikan diri sendiri di hari esok, pasti akan menghilangkan kebiasaan mencontek tersebut. Intinya, tetap kembali kepada kesadaran diri masing-masing.
B.     Pelaku mencontek
Aksi pencontekan benar benar sudah menjadi kebiasaan setiap ujian berlangsung. Mencontek itu memang sifat yang kurang baik yang menjadi budaya, dan itu muncul dadi diri orang masing-masing tanpa ada unsur paksaan untuk mencontek. Mencontek itu muncul karena adanya rasa ketidak percayaan terhadap diri sendiri akan kemampuannya. Sebenarnya bisa untuk menjawab soal-soal ujian tersebut, tapi ada perasaan yang belum yakin sehingga menyamakan jawaban ujian dengan jawaban temannya, meskipun jawaban itu belum yakin 100% benar. Tiga narasumber pelaku mencontek menyatakan setuju dengan adanya aturan larangan mencontek, karena mencontek itu memang perbuatan yang tidak baik. Ada yang mengatakan tidak setuju dengan adanya aturan larangan mencontek, alasannya karena belum ada kesiapan untuk ujian. Mereka pada saat mencontek, sebelumnya tidak ada kesiapan atau persiapan membuat contekan karena mereka mengandalnya teman temannya Yang ada di sekitarnya. Hanya menyamakan jawabannya dengan teman yang ada di dekatnya untuk meyakinkan dirinya kemudian menjabarkan lagi dengan bahasanya sendiri. Menurut mereka, mencontek punya teman lebih mudah dan cepat daripada membuat atau menyiapkan contekan sendiri. Cara mengantisipasi agar perbuatan mencontek tidak diketahui dosen atau pengawas sangatlah gampang dengan cara kalau pilihan ganda dengan menggunakan jari. Contohnya jika jawaban a, mengunakan 1 jari. A=1, B=2, C=3, D=4 E=5. Dan jika isian, menyiapkan kertas kecil untuk nanti memberikan kepada temannya yang diconteki. Yang pasti dengan posisi agak tegak, karena sedang melakukan hal yang melanggar aturan atau yang tidak baik yaitu mencontek. Atau ada cara lain yaitu dengan mencari atau menempati tempat duduk belakang. Akan tetapi, ada salah satu narasumber dari semester satu jurusan PGMI mengatakan bahwa cara mengantisipasi agar perbuatannya tidak diketahui dosen atau pengawas yaitu dilihat pada tergantung posisi tempat duduknya dengan duduk di tengah-tengah, karena tempat atau posisi duduk di depan atau di belakang itu merupakan tempat faforit dosen atau pengawas mengawasi saat ujian berlangsung.


Perasaan para pelaku mencontek pada saat aksi pencontekan berlangsung adalah was was, takut, gelisah, tidak enak hati pada dosen atau pengawas, karena nanti kalau ketahuan mencontek oleh dosen atau pengawas maka ancamannya lembar jawaban dirobek. Pendapat para narasumber tentang dosen atau pengawas yang tegas menindak pelaku pencontekan ada yang setuju sebab bisa membuat jera, ada yang merasa salut tapi merasa takut karena merupakan salah satu pelaku pencontekan, ada juga yang berpendapat bahwa memang seharusnya seperti itu tapi jangan sampai menggagalkan mahasiswanya untuk mengikuti ujian gara-gara mencontek, cukup ditegur atau di ingatkan saja sudah cukup tanpa harus merobek lembar jawaban, dan lain lain. Akan tetapi, sebenarnya nilai hasil mencontek mereka tidak merasa puas, kadang kalanya kalau dapat nilai jelek gara-gara mencontek rasa menyesal pasti ada, kenapa tidak yakin dengan jawabannya sendiri.
Menurut narasumber dari semester tujuh jurusan hukum keluarga mengenai rencana untuk berhenti mencontek itu ada, yang tergantung soal ujian dan kemampuannya karena tidak bisa diprediksi. Faktor yang membuatnya memutuskan tidak akan mencontek, jika soalnya mudah dan dia yakin bisa. Serta pengawas atau dosen itu terus berkeliling yang itu tidak memungkinkan untuk mencontek yang kemudian waktu sudah hampir habis dan belum ada contekan yang bisa dicontek. Narasumber yang kedua yaitu dari semester satu jurusan pendidikan agama islam, sebenarnya dia memiliki rencana untuk berhenti mencontek, dan juga dengan keadaan ketika dia sudah bisa mengerjakannya dengan cara pelajarannya sudah dikuasai. Dan yang terakhir yaitu narasumber dari semester satu jurusan PGMI yang mengatakan bahwa dia memiliki rencana berhenti mencontek. Keadaan yang membuat dia memutuskan untuk tidak mencontek yaitu keadaan disaat diharuskan mendapatkan nilai dari hasil sendiri untuk mengukur ilmu yang didapatkan.
Jadi, Mencontek itu memang sifat yang kurang baik yang menjadi budaya, dan itu muncul dadi diri orang masing-masing tanpa ada unsur paksaan untuk mencontek. Mencontek itu muncul karena adanya rasa ketidak percayaan terhadap diri sendiri akan kemampuannya. Sebenarnya bisa untuk menjawab soal soal ujian tersebut, tapi ada perasaan yanv belum yakin sehingga menyamakan jawaban ujian dengan jawaban temannya, meskipun jawaban itu belum yakin 100% benar. Tiga narasumber pelaku mencontek menyatakan setuju dengan adanya aturan larangan mencontek, karena mencontek itu memang perbuatan yang tidak baik. Ada yang mengatakan tidak setuju dengan adanya aturan larangan mencontek, alasannya karena belum ada kesiapan untuk ujian. Mereka pada saat mencontek, sebelumnya tidak ada kesiapan atau persiapan membuat contekan karena mereka mengandalnya teman temannya Yang ada di sekitarnya. Hanya menyamakan jawabannya dengan teman yang ada di dekatnya untuk meyakinkan dirinya kemudian menjabarkan lagi dengan bahasanya sendiri. Menurut mereka, mencontek punya teman lebih mudah dan cepat daripada membuat atau menyiapkan contekan sendiri. Cara mengantisipasi agar perbuatan mencontek tidak diketahui dosen atau pengawas sangatlah gampang dengan cara kalau pilihan ganda dengan menggunakan jari. Contohnya jika jawaban a, mengunakan 1 jari. A=1, B=2, C=3, D=4 E=5. Dan jika isian, menyiapkan kertas kecil untuk nanti memberikan kepada temannya yang diconteki. Yang pasti dengan posisi agak tegak, karena sedang melakukan hal yang melanggar aturan atau yang tidak baik yaitu mencontek. Atau ada cara lain yaitu dengan mencari atau menempati tempat duduk belakang. Akan tetapi, ada salah satu narasumber dari semester satu jurusan PGMI mengatakan bahwa cara mengantisipasi agar perbuatannya tidak diketahui dosen atau pengawas yaitu dilihat pada tergantung posisi tempat duduknya dengan duduk di tengah-tengah, karena tempat atau posisi duduk di depan atau di belakang itu merupakan tempAt faforit dosen atau pengawas mengawasi saat ujian berlangsung.
Perasaan para pelaku mencontek pada saat aksi pencontekan berlangsung adalah was was, takut, gelisah, tidak enak hati pada dosen atau pengawas, karena nanti kalau ketahuan mencontek oleh dosen atau pengawas maka ancamannya lembar jawaban dirobek. Pendapat para narasumber tentang dosen atau pengawas yang tegas menindak pelaku pencontekan ada yang setuju sebab bisa membuat jera, ada yang merasa salut tapi merasa takut karena merupakan salah satu pelaku pencontekan, ada juga yang berpendapat bahwa memang seharusnya seperti itu tapi jangan sampai menggagalkan mahasiswanya untuk mengikuti ujian gara-gara mencontek, cukup ditegur atau di ingatkan saja sudah cukup tanpa harus merobek lembar jawaban, dan lain lain. Akan tetapi, sebenarnya nilai hasil mencontek mereka tidak merasa puas, kadang kalanya kalau dapat nilai jelek gara-gara mencontek rasa menyesal pasti ada, kenapa tidak yakin dengan jawabannya sendiri.
Menurut narasumber dari semester tujuh jurusan hukum keluarga mengenai rencana untuk berhenti mencontek itu ada, yang tergantung soal ujian dan kemampuannya karena tidak bisa diprediksi. Faktor yang membuatnya memutuskan tidak akan mencontek, jika soalnya mudah dan dia yakin bisa. Serta pengawas atau dosen itu terus berkeliling yang itu tidak memungkinkan untuk mencontek yang kemudian waktu sudah hampir habis dan belum ada contekan yang bisa dicontek. Narasumber yang kedua yaitu dari semester satu jurusan pendidikan agama islam, sebenarnya dia memiliki rencana untuk berhenti mencontek, dan juga dengan keadaan ketika dia sudah bisa mengerjakannya dengan cara pelajarannya sudah dikuasai. Dan yang terakhir yaitu narasumber dari semester satu jurusan PGMI yang mengatakan bahwa dia memiliki rencana berhenti mencontek. Keadaan yang membuat dia memutuskan untuk tidak mencontek yaitu keadaan disaat diharuskan mendapatkan nilai dari hasil sendiri untuk mengukur ilmu yang didapatkan.
Jadi, Mencontek itu memang sifat yang kurang baik yang menjadi budaya, dan itu muncul dadi diri orang masing-masing tanpa ada unsur paksaan untuk mencontek. Mencontek itu muncul karena adanya rasa ketidak percayaan terhadap diri sendiri akan kemampuannya. Sebenarnya bisa untuk menjawab soal soal ujian tersebut, tapi ada perasaan yanv belum yakin sehingga menyamakan jawaban ujian dengan jawaban temannya, meskipun jawaban itu belum yakin 100% benar. Tiga narasumber pelaku mencontek menyatakan setuju dengan adanya aturan larangan mencontek, karena mencontek itu memang perbuatan yang tidak baik. Ada yang mengatakan tidak setuju dengan adanya aturan larangan mencontek, alasannya karena belum ada kesiapan untuk ujian. Mereka pada saat mencontek, sebelumnya tidak ada kesiapan atau persiapan membuat contekan karena mereka mengandalnya teman temannya Yang ada di sekitarnya. Hanya menyamakan jawabannya dengan teman yang ada di dekatnya untuk meyakinkan dirinya kemudian menjabarkan lagi dengan bahasanya sendiri. Menurut mereka, mencontek punya teman lebih mudah dan cepat daripada membuat atau menyiapkan contekan sendiri. Cara mengantisipasi agar perbuatan mencontek tidak diketahui dosen atau pengawas sangatlah gampang dengan cara kalau pilihan ganda dengan menggunakan jari. Contohnya jika jawaban a, mengunakan 1 jari. A=1, B=2, C=3, D=4 E=5. Dan jika isian, menyiapkan kertas kecil untuk nanti memberikan kepada temannya yang diconteki. Yang pasti dengan posisi agak tegak, karena sedang melakukan hal yang melanggar aturan atau yang tidak baik yaitu mencontek. Atau ada cara lain yaitu dengan mencari atau menempati tempat duduk belakang. Akan tetapi, ada salah satu narasumber dari semester satu jurusan PGMI mengatakan bahwa cara mengantisipasi agar perbuatannya tidak diketahui dosen atau pengawas yaitu dilihat pada tergantung posisi tempat duduknya dengan duduk di tengah-tengah, karena tempat atau posisi duduk di depan atau di belakang itu merupakan tempat favorit dosen atau pengawas mengawasi saat ujian berlangsung.
Perasaan para pelaku mencontek pada saat aksi pencontekan berlangsung adalah was was, takut, gelisah, tidak enak hati pada dosen atau pengawas, karena nanti kalau ketahuan mencontek oleh dosen atau pengawas maka ancamannya lembar jawaban dirobek. Pendapat para narasumber tentang dosen atau pengawas yang tegas menindak pelaku pencontekan ada yang setuju sebab bisa membuat jera, ada yang merasa salut tapi merasa takut karena merupakan salah satu pelaku pencontekan, ada juga yang berpendapat bahwa memang seharusnya seperti itu tapi jangan sampai menggagalkan mahasiswanya untuk mengikuti ujian gara-gara mencontek, cukup ditegur atau di ingatkan saja sudah cukup tanpa harus merobek lembar jawaban, dan lain lain. Akan tetapi, sebenarnya nilai hasil mencontek mereka tidak merasa puas, kadang kalanya kalau dapat nilai jelek gara-gara mencontek rasa menyesal pasti ada, kenapa tidak yakin dengan jawabannya sendiri.
Menurut narasumber dari semester tujuh jurusan hukum keluarga mengenai rencana untuk berhenti mencontek itu ada, yang tergantung soal ujian dan kemampuannya karena tidak bisa diprediksi. Faktor yang membuatnya memutuskan tidak akan mencontek, jika soalnya mudah dan dia yakin bisa. Serta pengawas atau dosen itu terus berkeliling yang itu tidak memungkinkan untuk mencontek yang kemudian waktu sudah hampir habis dan belum ada contekan yang bisa dicontek. Narasumber yang kedua yaitu dari semester satu jurusan pendidikan agama islam, sebenarnya dia memiliki rencana untuk berhenti mencontek, dan juga dengan keadaan ketika dia sudah bisa mengerjakannya dengan cara pelajarannya sudah dikuasai. Dan yang terakhir yaitu narasumber dari semester satu jurusan PGMI yang mengatakan bahwa dia memiliki rencana berhenti mencontek. Keadaan yang membuat dia memutuskan untuk tidak mencontek yaitu keadaan disaat diharuskan mendapatkan nilai dari hasil sendiri untuk mengukur ilmu yang didapatkan.
Jadi, meskipun maraknya aksi pencontekan tapi mereka sadar bahwa perbuatan itu tidaklah baik dan mereka juga setuju akan adanya aturan larangan mencontek. Karena sudah menjadi kebiasaan, maka cukup sulit untuk menghilangkan perbuatan contek mencontek tersebut. Upaya apapun yang membuat para pelaku pencontek jera mungkin tidak ada kalau tidak dari keinginan sendiri untuk tidak mencontek. Akan tetapi, Saya setuju dengan adanya dosen atau pengawas yang killer dan disiplin, itu akan meminimkan perbuatan mencontek saat ujian.
Saya sendiri adalah termasuk pelaku pencontek, saya juga pernah tidak mencontek. Disaat yang bagaimana tidak mencontek itu? Disaat saya sudah belajar dan sudah benar-benar menguasai materi tersebut, ataukah saya memang suka dengan mata kuliah tersebut atau sebelumnya dosen yang menerangkan itu tidak membosankan dan cepat untuk memahami materi yang disampaikannya. Mungkin, menurut saya terhadap mahasiswa yang suka mencontek itu perlu ada gertakan yang maksudnya adalah gertakan dari dosen mata kuliahnya dengan adanya kedisplinan, setiap masuk mata kuliah tersebut ada kuis baik tertulis maupun lisan. Itu secara tidak langsung akan membuat mahasiswa belajar setiap hati, dan bagi yang tidak belajar lama kelamaan dia akan tersadar karena dia merasakan nilainya kurang dikarenakan tidak bisa menjawab kuis tersebut. Kemudian, seminggu sebelum ujian berlangsung diadakan review semua materi dengan cara tes lisan satu persatu yang secara otomatis mahasiswa akan belajar selanjutnya minggu depan saat ujian berlangsung mereka sudah memahami semua materi dan dapat mengerjakannya tanpa mencontek. Kenapa saya mencontek? Karena saya belum bisa menguasai materi atau malas belajar atau bisa juga dosen sangat membosankan saat mengajar materi serta pengawasan saat ujian kurang ketat atau kurang disiplin, itu akan membuat saya dalam mengerjakan ujian sangat santai dan melakukan aksi pencontekan.








   

PENEGAKAN HUKUM DAN KEPATUHAN HUKUM MASYARAKAT





Memang banyak aturan yang tertulis maupun tidak tertulis yang mana setiap peraturan yang ada itu selalu ada pelanggaran kepada pihak yang melanggar, lalu dimanakah penegakan aturan tersebut? Bagaimana kepatuhan peraturan masyarakat tersebut? Jika masih ada banyak yang melanggar aturan yang jelas-jelas sudah di tetapkan serta sahkan aturan tersebut baik tertulis maupun tidak tertulis. Di sini saya akan menganalisis atau menjabarkan hasil dari observasi kuliah lapangan saya yang mengambil langsung dua objek sekaligus, yaitu lalu lintas dan larangan mencontek. Kenapa saya menganalisis dua objek sekaligus? Kenapa tidak memilih satu objek saja kemudian diulas habis satu objek tersebut secara lebih dalam? Karena, menurut saya tugas kuliah lapangan kali ini sangatlah menarik bagi saya, yah.. Selain menarik, saya juga penasaran bagaimana hasil dari observasi ini antara objek pertama dan objek kedua yaitu tentang lalu lintas dan larangan mencontek ini bagi para mahasiswa yang berada di area kampus tercinta. Tentang mahasiswa yang mematuhi lalu lintas (memakai helm pada saat berangkat kuliah atau pergi di sekitar kampus) dan mahasiswa yang tidak mematuhi lalu lintas (tidak memakai helm pada saat berangkat ke kampus atau pergi di sekitar kampus). Serta objek yang kedua yaitu larangan mencontek, mahasiswa yang tidak pernah mencontek pada saat ujian dan mahasiswa yang mencontek pada saat ujian. Dengan rasa yang sangat penasarannya, saya mewawancarai mahasiswa semua semester dengan rata, mulai dari semester satu sampai dengan semester tujuh dengan berbagai macam jurusan, yang setiap objek terdapat enam narasumber dan totalnya ada 12 narasumber mahasiswa semua semester diantaranya ada yang semester satu, semester tiga, semester lima bahkan semester tujuh juga ada. Sengaja saya tidak mewawancarai adek tingkat atau kakak tingkat yang jurusannya sama dengan saya yaitu Hukum Ekonomi Syariah. Kenapa? Karena saya ingin mengetahui seberapa jauh pengetahuan pasa mahasiswa tersebut di ruang lingkup jurusan Hukum Ekonomi Syariah mengenai tema yang saya ambil yaitu penegakan hukum dan kepatuhan hukum masyarakat dalam objek lalu lintas dan mencontek. Dari hasil wawancara, saya memilih narasumber mahasiswa FASIH hanya dua narasumber saja, tidak banyak. Karena untuk lebih memperkuat analisis saya tentang tema tersebut.
Kali ini saya akan membagi dua bagian dari hasil observasi saya, yaitu bagian pertama tentang lalu lintas dan bagian kedua Tentang mencontek disertai dengan analisis pengalaman saya sendiri yang berkaitan dengan dua bagian atau objek tersebut.

LALU LINTAS

Peraturan undang-undang tentang lalu lintas sudah ditetapkan dan disahkan, tapi masih tetap saja ada banyak yang melanggar peraturan tersebut. Kenapa? Apakah kurangnya sosialisasi terhadap pihak yang berwajib terhadap masyarakatnya? Ataukah kurang patuhnya masyarakat mengenai peraturan tersebut dan merasa masa bodo dengan akibat apa yang akan terjadi jika peraturan lalu lintas tersebut tidak dipatuhi?
A.    Pelaku mematuhi lalu lintas
Pentingnya memakai helm bagi para pengendara motor, bukan hanya supaya tidak terkena tilang waktu ada oprasi lalu lintas saja, melainkan untuk keamanan dirinya sendiri. Meskipun berpergian atau keluar dari rumah ke tempat yang dituju itu jaraknya dekat, tapi kalau naik sepeda motor itu diperkenankan untuk memakai helm supaya meminimkan terkena luka para pengendara terhadap kejadian yang tidak di inginkan seperti kecelakaan. Mahasiswa IAIN Tulungagung diantara tiga narasumber yang saya wawancarai itu ternyata tidak pada satu pihak saja untuk dapat mengetahui aturan lalu lintas yang dipatuhinya tersebut, ada yang dari kambinmas polsek Kalidawir, ada yang mengetahuinya pada saat diadakannya sosialisasi oleh pihak yang berwajib yang mana setiap beberapa bulan sekali biasanya pihak polisi mengadakan sosialisasi di sekolah-sekolah pada saat mesih menjadi pelajar, serta ada yang mengetahui aturan tersebut dari bimbingan kekuarganya sendiri. Mereka juga mengetahui isi aturan atau peraturan undang-undang lalu lintas tentang kewajiban si pengendara motor memakai helm saat berkendara yaitu terhimpun dalam UU No. 22 tahun 2009 serta mengetahui sanksi yang ada di dalam undang-undang tersebut seperti sanksi denda atau bahkan sanksi pidana, bisa juga kita lihat di internet jika masih belum jelas aturan lalu lintas yang berlaku saat ini karena tekhnologi semakin canggih, apa gunanya memiliki hp android yang bisa digunakan untuk bisa mengetahui segala hal di dunia ini terutama ya aturan lalu lintas itu. Ada juga yang tidak mengetahui isi aturan serta sanksi yang ada di undang-undang tersebut jika dilanggarnya, hanya mengetahui undang-undangnya saja. Akan tetapi, meskipun begitu mereka tetap mematuhinya karena mereka sadar akan bahayanya jika tidak mematuhinya yang berakibat merugikan diri sendiri dan orang lain.
Mengapa mereka mematuhi aturan lalu lintas seperti memakai helm saat berkendara? Menurut mereka, sangatlah penting mematuhi aturan lalu lintas yang sudah ditentukan. Karena mereka merupakan pelopor keselamatan berlantas yaitu menjaga diri sendiri dari hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya ketika ada tilangan dan bahkan kecelakaan. Meskipun begitu, mereka juga pernah sesekali melanggar aturan lalu lintas tersebut seperti halnya pada saat masih belum memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) dan akhirnya kena tilang, dan ada juga ketika lupa menaruh dompet yang isinya surat motor, SIM, dan lain lain yang ketika itu terburu-buru karena telat jam kuliah sudah mepet sekali.
Jadi, dari sini saya bisa menyimpulkan bahwa memakai helm saat berkendara itu sangatlah penting untuk keselamatan diri sendiri dan orang lain, bisa dengan cara apa saja kita dapat mengetahui aturan lalu lintas beserta sanksinya. Menaati peraturan lalu lintas itu bukan hanya takut ditilang saja, akan tetapi juga takut membahayakan diri sendiri dan orang lain. Kita tidak tau kapan kita mendapat musibah seperti kecelakaan atau apa saja, akan tetapi setidaknya kita sudah berusaha untuk melindungi diri sendiri dari segala bahaya dengan mematuhi aturan atau peraturan lalu lintas tersebut. Dan mematuhi aturan lalu lintas tidaklah sulit, seperti memiliki surat motor, memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), memakai helm, memakai motor yang lengkap, dan masih banyak lagi.
B.     Pelaku melanggar lalu lintas


Ada mahasiswa yang mengatakan bahwa gunanya ada aturan itu untuk dilanggar. Ada yang mematuhi aturan lalu lintas, pasti ada juga yang melanggar aturan lalu lintas. Dapat kita lihat juga disetiap hari di sekitar kita yang masih ada orang melanggar aturan lalh lintas, padahal mereka tau aturan tersebut. Akan tetapi mengapa mereka tetap melanggarnya? Padahal sudah jelas-jelas ada sanksi jika aturan itu dilanggar yang sudah tercantumkan. Bagaimana cara mengatasinya? Di sini saya mewawancarai mahasiswa yang menurut saya mereka selalu tidak memakai helm pada saat pergi ke kampus, padahal mereka mengendarai motor. Alasan mereka kenapa tidak memakai helm, karena jarak antara kos, asrama, rumah ke kampus itu dekat, lalu kenapa harus memakai helm? Ada yang mengatakan bahwa dia tidak membawa motor, dia hanya nebeng ke temennya saja jadi tidak perlu memakai helm. Padahal mereka mengetahui jelas aturan yang mengatur lalu lintas yang terhimpun di dalam undang-undang lalu lintas. Bahkan mereka juga menyadari bahwa yang mereka lakukan itu adalah pelanggaran lalu lintas yang salah dan dapat membahayakan diri sendiri. Apakah kurangnya penegasan dari pihak yang berwajib? Menurut mereka, mereka bisa saja patuh terhadap aturan lalu lintas tersebut dengan cara jika sudah ditegur oleh pihak yang berwajib dan itu akan menimbulkan perasaan takut saat melanggarnya karena sudah kena tilang, dan ada juga yang mengatakan dapat mematuhi aturan tersebut jika peraturan itu ditegasi dengan ketat dan bertanggung jawab atas pembuatan peraturan tersebut. Selain melanggar aturan lalu lintas, mereka ternyata juga pernah mematuhi lalu lintas dalam situasi sadar, jika dalam perjalanan jauh untuk melindungi keselamatan diri sendiri dan supaya tidak kena tilang, serta ada juga yang mengatakan baru bisa mematuhi aturan lalu lintas jika pada saat ingat saja dan jika ada oprasi lalu lintas baru mematuhinya yang lagi-lagi alasannya supaya tidak terkena tilang. Apakah mereka tidak pernah berfikir bahwa efek tidak memakai helm saat berkendara itu apa? Iya, mereka tau jika tidak memakai helm saat berkendara itu sama saja tidak mematuhi aturan demi keselamatan dan ketertiban. Tapi mengapa tetap saja melanggarnya jika akibat dari itu adalah memiliki sifat yang negatif?
Jadi, banyaknya pihak yang melanggar aturan lalu lintas karena kurangnya adanya kesadaran dari mereka bagaimana pentingnya keamanaan diri sendiri dan keamanan orang lain, serta kurang tegasnya pihak yang berwajib yang mengenakan sanksi terhadap yang melanggar aturan lalu lintas tersebut yang tidak sesuai ataupun kurang sesuai dengan aturan pelanggaran sanksi yang sudah tercantum di dalam undang-undang lalu lintas tersebut. Di sisi lain saya juga pernah tidak mematuhi aturan lalu lintas, yaitu tidak mempunyai Surat Izin Mengemudi (SIM) yang kemudian terkena tilang pada saat ada oprasi lalu lintas. Dari pengalaman saya tersebut memang benar pentingnya kita memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) saat berkendara karena dengan memiliki Surat Izin Mengemudi berarti kita sudah memenuhi syarat aturan yang sudah ditetapkan dan kemudian mendapatkan izin untuk mengemudi.
Selama ini saya merupakan pelaku melanggar lalu lintas, yaitu tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM). Saya pernah terkena tilang satu kali karena tidak memilik SIM tersebut, dikarenakan pada saat itu saya juga masih belum memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP). Dan saya terkena tilang dengan sanksi denda sebesar 100 ribu. Setelah itu saya takut terkena tilang lagi, kemudian saya meminta orang tua untuk membuatkan SIM dan sampai sekarang masih belum terpenuhi setelah saya sudah memiliki KTP. Saya juga pernah pergi ke kota tidak memakai helm, karena jarak dari kos ke kota dekat dan alasan lain karena saya tidak mempunyai helm karena pada saat itu saya masih belum membawa motor sendiri serta malas untuk meminjam helm ke teman lain. Ketika melanggar aturan lalu lintas, perasaan takut pasti ada, takut ketahuan polisi dan ditilang. Kemudian, lama kelamaan saya tersadar dan membeli helm sendiri untuk dipakai kemana-mana saat berkendara motor.