Dikutip dari Tribunews.com, Jakarta yang di apploud pada hari sabtu
tanggal 2 April 2016 pukul 15:10 WIB mengenai KPK menangkap Legislator DKI. Terkuaknya
kasus suap PT. Agung Podomoro Land dengan anggota DPRD DKI Jakarta ini adalah
merupakan salah satu kasus tentang perusahaan-perusahaan yang mengendalikan
pemerintah. Yang telah dikatakan sebelumnya oleh wakil ketua KPK Saut
Sitomorang bahwa kasus seperti ini sudah banyak sekali terjadi di Indonesia.
Menurut wakil ketua KPK tersebut mengenai kasus ini bahwa perusahaan-perusahaan
yang mengatur pemerintah terkait RAPBD, undang-undang dan lain-lain ini harus
segera dihentikan seketika. Karena menurut KPK suap yang dilakukan oleh Agung
Podomoro tersebut merupakan korupsi besar (grand corrupption).
Wakil ketua KPK La Ode Muhamad Syarif mengatakan bahwa kasus
tersebut merupakan kasus salah satu contoh dari paripurna yang dimana korporasi
mempengaruhi kebijakan public. Syarif mengatakan bahwa bisa dibayangkan
bagaimana kalau semua kebijakan public yang dibikin bukan berdasarkan
kepentingan rakyat banyak, akan tetapi hanya untuk mengakomodasi kepentingan
orang tertentu atau korparasi tertentu, KPK berharap hal tersebut tidak akan
terulang kembali di Negara Indonesia ini. Syarif juga mengatakan bahwa proyek
reklamasi sudah banyak diributkan sejak dulu dan kemudian diprotes dikarenakan
banyak pertentangan terhadap undang-unadang lingkungan hidup, undang-undang,
undang-undang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, undang-undang Perikanan
dan lain sebagainya. KPK pun juga sangat menanggapi kasus penting ini selama di
Negara Indonesia karena ini merupakan contoh kasus paripurna tentang bagaimana
korporasi yang memepengaruhi pejabat public untuk kepentingan yang sempit bukan
kepentingan yang umum.
Di kasus ini diketahui bahwa presiden direktur PT. Agung Podomoro
Land telah menyerahkan uang sebesar 2
miliyar kepada ketua komisi DKI Jakarta M. Sanusi yang diberikan 2 miliyar
tersebut dua kali. Dari hasil penyelidikan KPK, uang tersebut sebagai suap
keperluan pembahasan mengenai Raperda tentang rencana zonasi wilayah pesisir
dan pulau-pulau terkecil Provinsi Jakarta tahun 2015 sampai tahun 2035 dan
Raperda tentang rencana tata ruang kawasan strategis kawasan pantai Jakarta
Utara.
Menganalisis Kasus Mengenai Suap PT. Agung Podomoro Land
Kasus suap menyuap atau bisa juga disebut dengan bahasa populernya
ialah korupsi itu memang sudah tidak asing lagi didengar bagi kita terutama bagi
Warga Negara Republik Indonesia (NKRI). Kasus mengenai suap atau korupsi PT.
Agung Podomoro Land dengan anggota DPRD DKI Jakarta merupakan kasus korupsi
yang cukup besar karena berkaitan dengan pemerintah. Terutama kasus itu
mengaitkan para pengusaha yang mengendalikan pemerintah. Memang di Indonesia
ini banyak para pengusaha atau para pejabat melakukan tindakan korupsi, entah
apa yang ada difikiran mereka, padahal dengan mereka melakukan korupsi tersebut
merugikan banyak pihak dan merugikan dirinya sendiri.
Menurut saya, kasus yang dialami oleh PT. Agung Podomoro Land
dengan oknum pemerintah yaitu anggota DPRD DKI Jakarta ini harus ditindak
pidana seadil mungkin agar mereka jera dan tidak menimbulkan atau melahirkan
para koruptor lainnya. Akan tetapi, mungkin sangat sulit atau tidak bisa dengan
sekejab membasmi si para koruptor tersebut dikarenakan oknum koruptor yang
berada di kalangan perusahaan atau pemerintah ini memiliki banyak uang yang
dapat menguasai segalanya maupun bertindak apapun dan semaunya demi kejayaan
mereka sendiri tanpa memikirkan kepentingan masyarakat kalangan bawah.
Menurut Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2001 jo UU No. 31 Tahun 1999 yang menyebutkan bahwa:
1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.200.000.000,- (dua
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
2. Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana yang dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Selain yang diatur dalam Pasal 2
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 jo UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, pengertian tindak pidana korupsi juga diatur di dalam
Pasal 3, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal
12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15 dan Pasal 16 Undang-Undang Nomor Nomor 20
tahun 2001 jo UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dengan diberlakukannya Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tersebut yang
menggantikan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, maka penjatuhan pidana mati bagi pelaku tindak pidana korupsi
memiliki landasan hukum yang kuat karena sudah diatur dalam Pasal 2 ayat (2)
Undang-Undang Nomor Nomor 20 tahun 2001 jo UU No. 31 Tahun 1999.
Jadi, korupsi yang dilakukan oleh
PT. Agung Podomoro Land dengan anggota DPRD DKI Jakarta ini telah melanggar
aturan Negara yang mengakibatkan terkenanya tindak pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). Dan bisa juga
terjatuhnya tindak pidana hukuman mati jika dalam keadaan tertentu.
Sudah sangat jelas hukuman apa bagi
yang melakukan praktek korupsi tersebut, tapi mengapa masih banyak para oknum
kalangan atas melakukan korupsi tersebut? Apakah kurangnya pengawasan para KPK?
Apakah Negara kita kurang jeli dalam mengelola sumber daya uangnya?
Kasus Suap
Menurut Teori Karl Marx
Menurut Karl Marx, masyarakat
terbagi menjadi dua kalangan yaitu, kamu borjuis dan kaum proletar. Kaum
borjuis merupakan kaum yang mempunyai saham industry, modal, uang yang kemudian
mendirikan industry dan membayar buruh. Sedangkan kaum proletar merupakan kaum
yang tidak memiliki uang, bekerja di industry dan mengandalkan tenaga. Karl
Marx mengatakan bahwa kaum borjuis memiliki prinsip kapitalis yaitu memiliki
modal sedikit-dikitnya, untung sebanyak-banyaknya dan membayar buruh
semurah-murahnya.
Hukum tidak mampu menciptakan
keadilan, hukum adalah alat untuk melancarkan kmu borjuis untuk melancarkan
atau melenggakan kekuasaannya. Dalam hal ini dapat di garis bawahi bahwa
pemerintah yang mempunyai wewenang yang dan bekerjasama atau berhubungan dengan
pemilik uang atau bisa disebut dengan para pengusaha yang akhirnya akan
melahirkan hukum yang menindas kaum proletar yang berbentuk keputusan, kebijakan,
peraturan yang mementingkan kaum pemilik uang tersebut.
Memang kalangan atas yang memiliki
banyak uang itu mempunyai banyak kuasa termasuk menguasai atau mengendalikan pemerintah.
Jika dibandingkan dengan kalangan bawah yang tidak mimiliki uang dan tidak
mampu berkuasa itu tidak ada apa-apanya dengan kalangan atas yang banyak
berkuasa luas. Dan itu sudah terjadi di Negara kita, di Indonesia. Jadi, jika
dikaitkan dengan kasus suap PT. Agung
Podomoro Land dengan anggota DPRD DKI Jakarta ini dengan teori Karl Marx
merupakan masalah yang terjadi pada kaum borjuis (PT. Agung Podomoro Land
dengan anggota DPRD DKI Jakarta) dengan kaum proletar (masyarakat). Yang mana
direktur PT. Agung Podomoro Land tersebut memberikan uang kepada anggota DPRD
DKI Jakarta untuk kepentingan dirinya sendiri yaitu sebagai suap keperluan
pembahasan mengenai Raperda tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan
pulau-pulau terkecil Provinsi Jakarta tahun 2015 sampai tahun 2035 dan Raperda
tentang rencana tata ruang kawasan strategis kawasan pantai Jakarta Utara.
Sementara di sisi lain, efeknya ialah kepada masyarakatnya yang mengalami hukum
yang menindas para rakyat (kaum proletar).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kasus suap ini jika dilihat dari
Teori Karl Marx itu adalah benar. Karena kekuasaanlah yang dapat mengendalikan
segala hal yang dapat menguntungkannya. Persekongkolan Negara dengan uang yang
dapat menindas rakyat, yang terbukti bahwa hukum merupakan alat sebagai
memperlancar atau memperluas kekuasaan hanya dengan menggunakan uang banyak
yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan dengan pemerintah. Dan menimbulkan
kesengsaraan bagi rakyatnya yang tidak memiliki kekuasaan apapun, yang
seharusnya keadilan itu sangat dibutuhkan oleh setiap Negara, terutama Negara
Indonesia. Karena dengan berpatok dengan keadilan, maka setiap Negara akan
merasa tentram baik kalangan atas (kaum borjuis) maupun kalangan bawah (kaum
proletar). Dan tidak ada kalangan yang menindas dan kalangan yang tertindas.
Negara adil adalah Negara yang mampu mensejahterakan semua masyarakatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar