Selasa, 27 September 2016

SUAP AGUNG PODOMORO LAND






Dikutip dari Tribunews.com, Jakarta yang di apploud pada hari sabtu tanggal 2 April 2016 pukul 15:10 WIB mengenai KPK menangkap Legislator DKI. Terkuaknya kasus suap PT. Agung Podomoro Land dengan anggota DPRD DKI Jakarta ini adalah merupakan salah satu kasus tentang perusahaan-perusahaan yang mengendalikan pemerintah. Yang telah dikatakan sebelumnya oleh wakil ketua KPK Saut Sitomorang bahwa kasus seperti ini sudah banyak sekali terjadi di Indonesia. Menurut wakil ketua KPK tersebut mengenai kasus ini bahwa perusahaan-perusahaan yang mengatur pemerintah terkait RAPBD, undang-undang dan lain-lain ini harus segera dihentikan seketika. Karena menurut KPK suap yang dilakukan oleh Agung Podomoro tersebut merupakan korupsi besar (grand corrupption).
Wakil ketua KPK La Ode Muhamad Syarif mengatakan bahwa kasus tersebut merupakan kasus salah satu contoh dari paripurna yang dimana korporasi mempengaruhi kebijakan public. Syarif mengatakan bahwa bisa dibayangkan bagaimana kalau semua kebijakan public yang dibikin bukan berdasarkan kepentingan rakyat banyak, akan tetapi hanya untuk mengakomodasi kepentingan orang tertentu atau korparasi tertentu, KPK berharap hal tersebut tidak akan terulang kembali di Negara Indonesia ini. Syarif juga mengatakan bahwa proyek reklamasi sudah banyak diributkan sejak dulu dan kemudian diprotes dikarenakan banyak pertentangan terhadap undang-unadang lingkungan hidup, undang-undang, undang-undang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, undang-undang Perikanan dan lain sebagainya. KPK pun juga sangat menanggapi kasus penting ini selama di Negara Indonesia karena ini merupakan contoh kasus paripurna tentang bagaimana korporasi yang memepengaruhi pejabat public untuk kepentingan yang sempit bukan kepentingan yang umum.
Di kasus ini diketahui bahwa presiden direktur PT. Agung Podomoro Land telah menyerahkan uang sebesar 2 miliyar kepada ketua komisi DKI Jakarta M. Sanusi yang diberikan 2 miliyar tersebut dua kali. Dari hasil penyelidikan KPK, uang tersebut sebagai suap keperluan pembahasan mengenai Raperda tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau terkecil Provinsi Jakarta tahun 2015 sampai tahun 2035 dan Raperda tentang rencana tata ruang kawasan strategis kawasan pantai Jakarta Utara.

Menganalisis Kasus Mengenai Suap PT. Agung Podomoro Land

Kasus suap menyuap atau bisa juga disebut dengan bahasa populernya ialah korupsi itu memang sudah tidak asing lagi didengar bagi kita terutama bagi Warga Negara Republik Indonesia (NKRI). Kasus mengenai suap atau korupsi PT. Agung Podomoro Land dengan anggota DPRD DKI Jakarta merupakan kasus korupsi yang cukup besar karena berkaitan dengan pemerintah. Terutama kasus itu mengaitkan para pengusaha yang mengendalikan pemerintah. Memang di Indonesia ini banyak para pengusaha atau para pejabat melakukan tindakan korupsi, entah apa yang ada difikiran mereka, padahal dengan mereka melakukan korupsi tersebut merugikan banyak pihak dan merugikan dirinya sendiri.
Menurut saya, kasus yang dialami oleh PT. Agung Podomoro Land dengan oknum pemerintah yaitu anggota DPRD DKI Jakarta ini harus ditindak pidana seadil mungkin agar mereka jera dan tidak menimbulkan atau melahirkan para koruptor lainnya. Akan tetapi, mungkin sangat sulit atau tidak bisa dengan sekejab membasmi si para koruptor tersebut dikarenakan oknum koruptor yang berada di kalangan perusahaan atau pemerintah ini memiliki banyak uang yang dapat menguasai segalanya maupun bertindak apapun dan semaunya demi kejayaan mereka sendiri tanpa memikirkan kepentingan masyarakat kalangan bawah.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 jo UU No. 31 Tahun 1999 yang menyebutkan bahwa:
1.      Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
2.    Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Selain yang diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 jo UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pengertian tindak pidana korupsi juga diatur di dalam Pasal 3, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15 dan Pasal 16 Undang-Undang Nomor Nomor 20 tahun 2001 jo UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tersebut yang menggantikan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka penjatuhan pidana mati bagi pelaku tindak pidana korupsi memiliki landasan hukum yang kuat karena sudah diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor Nomor 20 tahun 2001 jo UU No. 31 Tahun 1999.
Jadi, korupsi yang dilakukan oleh PT. Agung Podomoro Land dengan anggota DPRD DKI Jakarta ini telah melanggar aturan Negara yang mengakibatkan terkenanya tindak pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). Dan bisa juga terjatuhnya tindak pidana hukuman mati jika dalam keadaan tertentu.
Sudah sangat jelas hukuman apa bagi yang melakukan praktek korupsi tersebut, tapi mengapa masih banyak para oknum kalangan atas melakukan korupsi tersebut? Apakah kurangnya pengawasan para KPK? Apakah Negara kita kurang jeli dalam mengelola sumber daya uangnya?

Kasus Suap Menurut Teori Karl Marx

Menurut Karl Marx, masyarakat terbagi menjadi dua kalangan yaitu, kamu borjuis dan kaum proletar. Kaum borjuis merupakan kaum yang mempunyai saham industry, modal, uang yang kemudian mendirikan industry dan membayar buruh. Sedangkan kaum proletar merupakan kaum yang tidak memiliki uang, bekerja di industry dan mengandalkan tenaga. Karl Marx mengatakan bahwa kaum borjuis memiliki prinsip kapitalis yaitu memiliki modal sedikit-dikitnya, untung sebanyak-banyaknya dan membayar buruh semurah-murahnya.
Hukum tidak mampu menciptakan keadilan, hukum adalah alat untuk melancarkan kmu borjuis untuk melancarkan atau melenggakan kekuasaannya. Dalam hal ini dapat di garis bawahi bahwa pemerintah yang mempunyai wewenang yang dan bekerjasama atau berhubungan dengan pemilik uang atau bisa disebut dengan para pengusaha yang akhirnya akan melahirkan hukum yang menindas kaum proletar yang berbentuk keputusan, kebijakan, peraturan yang mementingkan kaum pemilik uang tersebut.
Memang kalangan atas yang memiliki banyak uang itu mempunyai banyak kuasa termasuk menguasai atau mengendalikan pemerintah. Jika dibandingkan dengan kalangan bawah yang tidak mimiliki uang dan tidak mampu berkuasa itu tidak ada apa-apanya dengan kalangan atas yang banyak berkuasa luas. Dan itu sudah terjadi di Negara kita, di Indonesia. Jadi, jika dikaitkan dengan kasus suap PT. Agung Podomoro Land dengan anggota DPRD DKI Jakarta ini dengan teori Karl Marx merupakan masalah yang terjadi pada kaum borjuis (PT. Agung Podomoro Land dengan anggota DPRD DKI Jakarta) dengan kaum proletar (masyarakat). Yang mana direktur PT. Agung Podomoro Land tersebut memberikan uang kepada anggota DPRD DKI Jakarta untuk kepentingan dirinya sendiri yaitu sebagai suap keperluan pembahasan mengenai Raperda tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau terkecil Provinsi Jakarta tahun 2015 sampai tahun 2035 dan Raperda tentang rencana tata ruang kawasan strategis kawasan pantai Jakarta Utara. Sementara di sisi lain, efeknya ialah kepada masyarakatnya yang mengalami hukum yang menindas para rakyat (kaum proletar).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kasus suap ini jika dilihat dari Teori Karl Marx itu adalah benar. Karena kekuasaanlah yang dapat mengendalikan segala hal yang dapat menguntungkannya. Persekongkolan Negara dengan uang yang dapat menindas rakyat, yang terbukti bahwa hukum merupakan alat sebagai memperlancar atau memperluas kekuasaan hanya dengan menggunakan uang banyak yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan dengan pemerintah. Dan menimbulkan kesengsaraan bagi rakyatnya yang tidak memiliki kekuasaan apapun, yang seharusnya keadilan itu sangat dibutuhkan oleh setiap Negara, terutama Negara Indonesia. Karena dengan berpatok dengan keadilan, maka setiap Negara akan merasa tentram baik kalangan atas (kaum borjuis) maupun kalangan bawah (kaum proletar). Dan tidak ada kalangan yang menindas dan kalangan yang tertindas. Negara adil adalah Negara yang mampu mensejahterakan semua masyarakatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar