Rabu, 07 Desember 2016

MASYARAKAT SOSIAL



Kebutuhan setiap masyarakat itu berbeda-beda, masyarakat merupakan makhluk sosial yang saling ketergantungan dan saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Meskipun berbeda, sumber kebutuhan pokok makhluk sosial itu dapat dikelompokkan menjadi kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Tidak dipungkiri di dalam masyarakat terdapat aksi tolong menolong, kerja bakti, bermusyawarah dan masih banyak lagi. Di lingkungan masyarakat baik di kota maupun di desa cenderung berbeda dalam gaya hidupnya. Di kota memang daerah metropolitan yang banyak polusi, bising dan lain sebagainya, akan tetapi masyarakat yang hidup di kota cenderung tenang, dan lebih individu. Dengan kata lain, orang yang hidup di kota cenderung cuek dan sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, bahkan berbicara ataupun ngobrol dengan tetangga itu hanya seperlunya saja, di luar itu mereka tetap fokus terhadap pekerjaannya. Sementara masyarakat yang hidup di desa yang suasananya sunyi serta udara yang segar, memiliki kebersamaan masyarakatnya lebih kental daripada masyarakat yang berada di kota. Rata-rata lingkungan desa masyarakatnya ramah-ramah-ramah serta saling peduli terhadap satu sama lain, dengan kata lain bahwa rasa peduli terhadap satu sama lain itu dijunjung tinggu.

Menurut Emile Durkheim, setiap masyarakat selalu sama mempunyai perasaan. Hukum adalah solidaritas manusia yang disetiap ada aturan selalu terdapat solidaritas yang terkandung. Solidaritas merupakan kepedulian yang didorong oleh perasaan. Terdapat bentuk solidaritas yabg berbeda, solidaritas terbagi menjadi dua, solidaritas paguyuban dan solidaritas patembayan. Masyarakat yang hidup di pedesaan merupakan masyarakat paguyuban, sementara masyarakat yang hidup di kota itu merupakan masyarakat patembayan. Dengan jelas, masyarakat di desa termasuk kelompok paguyuban karena masyarakat tersebut memiliki hubungan antara satu sama lain yang dekat serta latar belakangnya sama (homogen). Kelompok paguyuban ini termasuk represif yaitu memiliki perasaan yang jika salah satu dari warganya disakiti atau melakukan tindakan melanggar hukum, secara spontan mereka juga akan merasa tersakiti dan balas dendam. Seperti halnya kasus ketua DPRD yang berselingkuh atau melakukan perbuatan yang memalukan (mesum) dengan istri sopirnya di rumah si perempuan tersebut yang kemudian masyarakat tahu dan menggerebek mereka berdua yang sedang melakukan mesum di kamar lalu kedua pelaku tersebut diarak dibawa ke kantor Wali Nagari Muaro. Para masyarakat sangatlah terusik dengan kejadian tersebut, karena sebelum kepergok ketua DPRD yang berinisial MR dengan wanita atau istri dari sopirnya MR itu yang berinisial DY memang kerap berduaan ketika suami DY sedang tidak ada dirumah kerja di luar kota. Semakin hari masyarakat semakin curiga terhadap hubungan antara MR dengan DY tersebut. Maka, pada saat MR berjalab ke arah rumahnya DY, masyarakat membuntutinya dan alhasil ternyata mereka berdua bebuat asusila yang membuat masyarakat menjadi semakin marah atas tindakan wakil rakyat tersebut yang tidak senonoh. Dan melakukannya di daerah atau lingkuo desa tersebut. Sungguh memalukan. Dan ketika itulah masyarakat hampir menghakimi para pelaku asusila tersebut dan membawanya ke kantor desa untuk dikenakan sanksi menurut adat sekitarnya. Hukuman adat yang terjerat bagi mereka bedua setelah persidangan adat dilakukan di kantor desa dengan tokoh-tokoh masyarakat yang berperan di sana adalah dengan membayar 100 sak semen serta keluar dari lingkup desa setempat, serta MR pun diberhentikan darI DPRD. Sesuai dengan aturan desa adat di sekitarnya dan aturan hukum lainnya yang dapat menegakkan hukum secara tegas dan tepat. Penegakan hukum tersebut menjadikan hukum berlaku bagi masyarakat. Dengan berpesan serta para aparat penegak hukum adat dapat memperlancar penegakan hukum diterapkan. Di sini, aparat penegak hukum tidaklah seperti polisi, advokat, jaksa dan lain sebagainya, akan tetapi aparat penegak hukum di sini adalah orang-orang yang mengerti tentang aturan hukum adat sekitar yang memiliki kedudukan lebih tinggi daripada masyarakat lainnya seperti ketua desa (lurah) dan pengurus desa lainnya. Supaya penegakan hukum dapat berjalan dengan lancar, memerlukan fasilitas hukum yang di sini ruang persidangan merupakan fasilitas penegakan hukum yaitu di kantor Wali Nagari Mauro.

Kasus seperti ini yang membuat sorotan masyarakat setempat dan memuncaknya emosi para masyarakat terhadap kasus itu merupakan contoh sikap represif masyarakat paguyuban. Yang langsung bertindak tegas dengan sendirinya dengan adanya masalah yang mengganggu ketentraman desa. Mereka yang merasa marah, geram terhadap perilaku warganya sendiri yang tidak senonoh. Solidaritas paguyuban terlihat sangat nampak terhadap masyarakat desa akan kepeduliannya mereka terhadap masalah yang menganggu atau bahkan mencemarkan nama baik desa dan membuat malu warga setempat. Masyarakat paguyuban memiliki tindakan yang sangat antusias terhadap segala macam masalah yang terjadi di sekitar atau di lingkungan pedesaannya. Dan terkadang masyarakat desa itu masih menerapkan hukum adat yang masih berpedoman terhadap makhlus halus, kepercayaan terhadap kekuatan roh halus. Dan cara menegakan hukumnya melalui roh hakus tersebut tanpa adanya aturan yang tertulis yang berpatok pada undang-undang, seperti inilah dinamakan masyarakat desa primitif. Masih percaya dan berpedoman terhadap kekuatan ghaib. Biasanya, dengan berkembangnya zaman dan dengan meningkatnya kehidupan perekonomian, pengetahuan masyarakat yang sangat pesat ini, penduduk desa yang masih termasuk penduduk primitif, tetap berpegang teguh dengan kepercayaan akan kekuatan ghaib ini meskipun berkembangnya zaman, hal ini menjadikan golongan mereka terpinggirkan dan menjadi kaum minoritas. Masyarakat desa yang memiliki solidaritas paguyuban, sebagian kecil atau masih ada golongan-golongan primitif.

Menurut max weber, masyarakat primitif itu memiliki tingkat rasionalis paling rendah dan akalnya tidak digunakan semaksimal mungkin dan hanya percaya dengan kekuatan roh hakus saja, masyarakat ini berbeda dengan masyarakat modern yang mengikuti zaman yang berpedoman dengan peraturan hukum yang dibuat secara modern oleh lembaga-lembaga yang berwenang. Kebanyakan warga desa terpencil yang terpinggirkan itu masih menggunakan aturan yang berasal dari makhluk halus serta kepercayaan tersebut tidak bisa diganggu gugat. Dan membuat mereka menjadi kelompok termaginalkan oleh kelompok modern saat ini.

Berbeda dengan kelompok patembayan yang lebih mandiri, hubungan antara satu dengan yang lain tidak intensif serta prestitutif yaitu pemulihan keadaan sebagaimana semula. Seperti contohnya ketika terdapat kasus perampokan di rumah tetangga, mereka tidak menggerebek perampok tersebut dan menghakiminya sendiri, cukup dengan menelfon polisi supaya kasus tersebut dapat diurus oleh polisi. Dengan kata lain, masyarakat atau kelompok patembayan tidak mau repot dengan keadaan di sekitarnya dan tidak memperpanjang keadaan yang rumit yang kemudian mengembalikan suasana seperti semula setelah terdapat masalah di sekitarnya.

Berbicara masalah kaum termaginalkan, masyarakat yang hidup di kota yang memiliki solidaritas patembayan mayoritas ekonominya lebih tinggi daripada masyarakat yang hidup di desa yang memiliki solidaritas paguyuban. Dan itu menjadikan masyarakat desa termaginalkan oleh masyarakat kota. Di sini dapat dilihat dari teori karl mark yang membedakan antara kaum miskin dengan kaum kaya. Kaum borjuis merupakan kaum kaya yang memiliki uang, modal, indurtri, membeli manusia dan membayar buruh atau pekerja. Dan kaum proletar merupakan kaum yang tidak memiliki uang, bekerja di industi (sebagai buruh) dan hanya mengandalkan tenaganya.

Orang miskin atau kaum proletar ini sering dipandang sebelah mata oleh kaum borjuis. Karena kaum borjuis memiliki kekuasaan yang lebih besar daripada kaum proletar, maka kaum borjuis mendapatkan banyak hak-haknya dan itu dapat menindas kaum proletar yang memiliki sedikit kekuasaan. Masalah seperti inI menjadikan banyak kasus hukum atau aturan yang bertujuan untuk melenggakan kekuasaan kaum borjuis saja, seperti pemerintah yang memikiki kekuasaab lebih besar daripada rakyatnya dan bermain dengan pemilik uang yang melahirkan hukun yang menindas kaum ploretar yang menjadikan aturan, keputusan yang menguntungkan kaum pemilik uang (borjuis).




https://m.detik.com/news/berita/d-3349865/begini-suasana-sidang-adat-ketua-dprd-sijunjung-yang-mesum-bareng-istri-sopir
http://riaupos.co/134336-berita-memalukan-ketua-dprd-sijunjung-dihukum-adat-karena-mesum.html#.WEibQ-kxXqA

KELOMPOK MARGINAL


Di Indonesia terdapat banyak masyarakat sosial yang berbeda-beda, dalam arti berbeda sifat, sikap, bentuk atau fisik dan masih banyak lagi. Akan tetapi perbedaan tersebut tidak menjadi penghalang bagi masyarakat untuk bersosialisasi sesuai keinginannya dengan baik dan tetap berpegang teguh dengan aturan-aturan yang berlaku. Manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan yang memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Biasanya di dalam lingkup sosial terkecil yaitu keluarga itu terdiri dari suami, istri dan anak dan suamilah yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi karena ia merupakan kepala keluarga kemudian istri harus menuruti sang suaminya. Suami adalah sumber nafkah untuk keluarga karena suami yang berrugas untuk bekerja untuk mencari nafkah kekuarganya, dan istri hanya bekerja di dalam rumah saja mengerjakan pekerjaan rumah tanggah seperti mencuci, memasak, mengurus anak dan lain sebagainya. Menurut saya, peristiwa seperti itu di dalam lingkup keluarga kenapa perempuan atau istri menjadi tingkatan nomer dua sesudah suami? Padahal pekerjaan istri yang dilakukannya lebih banyak daripada suami. Ini merupakan posisi yang tidak adil. Dan kita lihat pada peluang kerja di kota-kota, mayoritas peluang kerja banyak dipeluangkan untuk laki-laki saja, padahal mayoritas perempuan lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan laki-laki. Akan tetapi, mengapa peluang berkarir wanita lebih susah atau lebih sempit daripada laki-laki? Hal ini menyatakan bahwa perempuan termaginalkan. Terdapat ketidakadilan dan tersisihkan bagi para kaum perempuan dan lebih menjunjung tinggi pada kaum laki-laki daripada kaum perempuan. Mengapa demikian?

Padahal di negara kita, negara Indonesia memiliki asas yang menganggap semua orang sama, semua orang dianggap sama oleh hukum atau aturan baik laki-laki ataupun perempuan. Namun, dengan lebih banyaknya kuasa para kaum laki-laki dibandingkan dengan kaum perempuan ini disalahgunakan oleh publik yang bisa disebut dengan biasgender. yaitu keliru dalam menilai atau menyamaratakan yang seolah-olah sama rata akan tetapi nyatanya tidak disamaratakan. Menganggap semua orang itu disamaratakan sama yang padahal tidak. Kesempatan seperti inilah dapat melenggakan kekuasaan kaum laki-laki karena laki-laki memiliki peluang luas dibanding perempuan. Ini merupakan memarginalkan seorang perempuan dan ini sudah sangat maraknya perempuan termajinalkan.

Bukan hanya perempuan saja yang termaginalkan, akan tetapi masih banyak lagi kaum-kaum yang termaginalkan seperti orang yang cacat, orang miskin, kaum minoritas dan masih banyak lagi.
Orang yang menyandang kecacatan atau biasa disebut dengan disable itu merupakan kaum yang termaginalkan. Mereka dipandang sebelah mata dengan orang-orang yang lebih sempurna daripadanya. Sebenarnya, kesempurnaan itu hanyalah milik Allah SWT semata, kita sebagai ciptaanNYA harus mensyukuri apapun yang telah diberikanNYA kepada kita. Dan setiap manusia itu diciptakan berbeda-beda yang mana pasti ada Kekurangngan dan kelebihan. Kaum disable atau penyandang cacat memang memiliki kekurangan yaitu hilangnya fungsi salah satu organ mereka yang menjadikan sedikit berbeda dengan orang lain. Akan tetapi, kemampuan mereka lebih tinggi atau semangat mereka lebih tinggi daripada orang lain yang memiliki fisik yang lengkap. Dan kurangnya kedasaran masyarakat terhadap kaum penyandang cacat atau disable menjadikan kaum ini termaginalkan yang merasa tersisihkan dari masyarakat lainnya. Lebih jelasnya lagi kaum disable tersebut memang kaum termaginalkan dengan menyendirikan Sekikah Luar Biasa (SLB) yang khusus sekikah untuk kaum disable. Ini jelas-jelas meminggirkan kaum disable yang efeknya mereka tidak dapat bersosialisasi dengan bebas dengan msyarakat yang berbeda dengannya yang memiliki fisik yang lebih baik dibandingkannya, seperti ini menjadikan penghalang kaum disable untuk berkembang, berkontribusi dengan masyarakat lainnya.

Ekonomi itu tidak selalu lancar di dalam kehidupan, sama halnya pada masyarakat yang memiliki tingkatan yaitu masyarakat kalangan atas dan masyarakat kalangan bawah. Di sini, yang menjadi kaum termaginalkan yaitu masyarakat kalangan bawah atau bisa diaebut dengan orang miskin. Orang miskin menjadi salah satu kaum marginal, kenapa demikian?

Dengan ekonomi yang berkecukupan bahwa kekurangan, masyarakat miskin ini serinh terpinggirkan oleh masyarakat kaya. Orang kaya kedudukannya lebih tinggi dan lebih berkuasa dibandingkan dengan orang miskin. Yang sebelumnya setiap orang memiliki hak, haknya menjadi berkurang karena berbeda derajat antara orang kaya yang lebih berkuasa dengan orang miskin yang tidak dapat berkuasa. Dan ini bisa menjalar kepada anak-anak yang memiliki katar belakang keluarga tidak mampu, tidak dapat melanjutkan sekolah dikarenakan biayanya tidak ada. Akan tetapi pada saat sekarang terdapat beasiswa bagi orang tidak mampu atau bantuan biaya sekolah bagi yang kurang mampu, agar anak-anak yang memiliki wajib sekolah 9thn dapat bersekolah layaknya anak-anak lainnya yang mampu. Namun demikian, di lingkup sekolah anak-anak yang tidak mampu itu termaginalkan atau tersisihkan oleh anak-anak sekolah lainnya yang lebih mampu darinya. Hal yang seperti ini membuat perasaan yang pesimis yang dimiliki oleh anak-anak yang kurang mampu tersebut karena merasa tersisihkan atau terpinggirkan oleh teman-temannya lainnya.

Negara kita memiliki berbagai macam agama dan mayoritas beragama Islam, agama Islam memiliki berbagai macam aliran yaitu aliran terbesar Nahdlatul ulama dan Muhammadiyah. Adapun aliran Ahmadiyah, aliran ini merupakan kaum minoritas karena aliran ini dinyatakan aliran yang sesat dan harus dibubarkan. Kaum minoritas adalah kelompok yang populasinya lebih rendah dibandingkan dengan mayoritasnyanya yang biasa disebut dengan kelompok marginal atau terpinggirkan. Kaum minoritas ini memiliki kelompok yang sedikit yang temaginalkan oleh lingkungan sekitarnya. Seperti halnya pada kaum waria, yang memiliki jiwa yang ganda (jiwa laki-laki dan jiwa perempuan) dan akhirnya menjadi waria (bencong). Tanpa kita sadari, kaum ini memiliki kebimbangan perasaan yang berkelamin laki-laki tapi berjiwa perempuan tanpa ada rencana atau keinginan yang dibuat buat oleh mereka, kemudian dipandang sebelah mata dan termaginalkan atau terminoritaskan oleh masyarakat lainnya yang berada di sekitarnya.

Pemerintah seharusnya bertindak secara teliti mengenai kaum-kaum atau kelompok marginal tersebut. Kurangnya perhatian masyarakat terhadap kelompok marginal yang menyebabkan kelompok-kelompok tersebut akan semakin sulit untuk bersosialisasi dengan masyarakat lainnya. Menunggu kebijakan pemerintah untuk dapat membimbing, mengawasi, melindungi kaum-kaum marginal tersebut supaya hak-hak mereka dapat terpenuhi secara baik dan tidak menjadi kaum marginal lagi yang bisa berbaur dengan masyarakat lainnya.